Antonio Gramsci


Antonio Gramsci

Mata Kuliah Postmodernisme














Di susun oleh :
Robik Jesin
(1414331009)


JURUSAN AKIDA FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USSHULUDI ADAB DAN DAKHWA
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2017






A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Dikalangan tokoh pemikir kiri, Antonio Gramsci menjadi referensi wajib, setidaknya orang harus mengetahui cetusan agagsan yang radikal dan tajam. Beberapa cetusan gramsci yang menjadi tema central dalam beberapa karyanya yaitu menyangkut teori hegemoni.
Posisi yang ditawarkan oleh Gramsci bagi kalangan intelektual adalah melebur dan mendorong terbentuknya wacana tandingan. Untuk mereka yang kini, terlibat dalam gelombang perubahan, pemikiranya menjadi sangat penting, setidaknya untuk mengambil keputusan yang tegas dan tepat, untuk memulai dengan siapa dan mewakili kepentingan seperti apa kita ini sebenarnya.
Sebagaimana kasus perubahan, ada yang kebetulan berlaku sebagai kekuatan opportunis dan beberapa yang lain mengambil keputusan untuk melakukanya dengan cara yang radikal, peran itu tergantung daripada besar-kecilnya persoalan yang kita hadapi dan penilaian kita atas masalah itu. Demikian halnya saat seorang anak muda yang kebetulan yang menjadi tokoh menyanjung peran demokratis angkatan bersenjata, sedang mayoritas anak muda yang lain mengkritik peran sosial angkatan bersenjata. Jika dibaca cara pandang Gramsci, anka muda yang pertama adalah sosok yang sudah terhegemoni, sedangkan anak muda yang kedua (yang menyanjung) mereka adalah sosok yang bersusah payah menyusun wacana tandingan. Dan yang perlu dpahami yang selanjutnya adalah, bahwa kehadiaran sosok pemikir Antonio Gramsci, bukan semata dengn sendirinya, melainkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam perjalanan hidupnya. Maka ada beberapa hal yang dibahas dalam makalah ini.


2.      Rumusan Masalah
bagaimana perjalanan hidup Gramsci, dan bagaimana konsep-konsep pemikiran Gramsci
3.      Tujuan
untuk mengetahui sosok Antonio Gramsci dan pemikiranya

B.     Pembahasan
1.      Biografi
Antonio Gramsci lahir di Ales, sebuah kota di Sardania, sebuah daerah miskin di Italia, pada 22 Januari 1891. ia berasal dari keluarga kelas bawah,  latar belakang pendidikanya cukup dikenal, bahwa ia memasuki perguruan tinggi dengan memenangkan beasiswa di Universitas Turin, pada tahun 1991. Itulah tahun-tahun dimana ia banyak membaca dan belajar pemikiran para filosof, salah satunya yang paling berpengaruh adalah Croce Benedeto,  Ia adalah salah satu filsuf idealis paling berpengaruh pada pemikiran Marxisme di Italia.
Sejak menjadi mahasiswa, minat Gramsci dalam bidang politik dan aktivitas gerakan sosial mulai tumbuh dan mengalami banyak perkembangan, terutama pada kaum buruh, yang kemudian mendorongnya bergabung dalam partai sosialis Iitalia (PSI).
Sungguh demikian, bahkan sejak dibangku kuliah, Gramsci sudah tertaarik dengan ‘social movement’ dan ia sangat terkesan dengan gerakan kaum buruh di kota Turin. Pada tahun 1913, ia mulai menjalani kehidupan sebagai seorang aktivis dengan bekerja pada koran sosialis, (suatu media masa kaum sosialis di kota itu), kebudyaan, serta kritik ideologi menjadi semakin kokoh. Bahkan ia mengembangkan pemikiran dan konsep ideologi, serta ia menentang ideologi dominan yang dikembangkan oleh negara.
Pada tahun 1922 ia harus hijrah ke Rusia untuk memperjuangkan penerapan watak demokratis paham sosialis. Namun pada tahun 1924, ia kembali ke Itali dan melakukan usaha untuk menciptakan perubahan serta upaya transformasi terhadap partai komunis. Ia akhirnya berhasil menegmbangkan partai komunis menjadi partai yang berakar pada gerakan massa.
Pada tahun 1928, Gramsci dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh pemerintah fasis, Musolini. Penjarahan Musolini terhadapnya sebenarnya untuk membungkam Gramsci. Akan tetapi, justru di dalam penjara itulah, gramsci menuliskan pemikiran-pemikiran cemerlalngya, mulai dari pemikiran intelektual, negara, hegemoni, hingga civil society (masayarakat sipil). Semua pemikiranya dituliskan dalam catatan harianya dibawa ketatnya pengawasan negara, dan dalam suasana pesakitanya yang luar biasa, akhirnya ia berhasil menulis sebanyak 34 buku catatan harian yang kelak diterbitkan dalam bentuk buku yang terkenal dengan The Prison Notebooks.
Dalam jerah hukuman terhadapnya, ternyata Gramsci tidak menyelesaikan masa hukumanya secara penuh selama 20 tahun, sebab pada 27 April 1937, ia meninggal dunia di dalam kamar penjaranya di Turin. Dan catatan-catatan harianya berhasil di selundupkan Tatiana (adik Gramsci) dan dikirimkan ke Moskow melalui saluran diplomatik. Dari catatan harianya itulah, akhirnya di ketahui secara luas dari pemikiran Gramsci.


2.      Pemikiran
Salah satu gagasan sentral Gramsci adalah tentang Hegemoni dan perang posisi. Melalui konsep ini, ia telah mengembalikan pandangan tadisional Marxisme, bahwa revolusi proletariat akan datang secara niscaya, sebagaimana siang telah menggantikan malam. Revolusi sosialis berkebalikan dengan revolusi marxisme. Revolusi sosialis baru bisa diperoleh melalui tekad dan perjuangan serta upayah yang panjang sedemikian rupa, sehingga kelas-kelas bawah meraih kepemimpinan Kultural, intelektual, dan ideologis dalam kehidupan masyarakat.
Gramsci menuliskn pemikianya dengan bertitik tolak pada kritiknya terhadap pandangan Marxisme ortodoks, terutama kerangka teoritis Nikolai Bukharin dalam sebuah buku yang berjudul The Theory of Historical Materialism, yang dimaksudkanya sebagai sebuah karya texsbook tentang Marxisme-Leninisme untuk para kader komunis yang lebih tinggi. Buku tersebut berisi ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme sebagai pandangan dunia Ploretariat, sekaligus upaya Bukharin menyatukan sosiologi kentemporer, untuk menunjukan bahwa materialism historis adalah sosiologi tentang ploretariat dengan kadar kepastian ilmiah.
Gramsci menolak pandangan tersebut dan menganggap materialisme sejarah Soviet ortodoks telah mereduksi metode dialektik kritis terhadap masyarakat menjadi seperangkat prinsip partai yang bersifat dogmatis dengan mengorbankan pembebasan diri proletariat. Gramsci juga berkeberatan dengan maksud buku itu yang di peruntukan bagi komnitas komunitas pembaca elite yang disebutnya “bukan pembaca profesional”, sehingga menciptakan kekeliruan besar karena telah mengabaikan ‘filsafat masa rakyat’ atau filsafat yang lahir dari akal sehat rakyt sendiri. Dengan kata lain, sistem filsafat Bukharin tersebut adalah sebuah sistem filsafat (materialisme historis) yang asing serta tidak dikenal oleh massa rakyat, dan hendak dipaksakan begitu saja dari luar kesadaran diri proletariat.
Bagi Gramsci, kesadaran politik proletariat harus dibangun melalui kepercayaan-kepercayaan dan akal sehat mereka, sebagaiman terungkap dalam cerita-cerita serta agama rakyat,dan bukan semata di-impose dari luar (elite). Sebab, yang belakangan ini merupakan cerminan dari kekuatan kultural kohesif atau ­hegemoni ­yang dijalankan oleh kelas-kelas yang berkuasa.
Gramsci yang hidup pada masa kehancuran revolusi sosial di Eropa Barat (1918-9137), ia menyaksikan oraganisasi buruh serta gerakan sosialis di hancurkan oleh fasisme pada 1922-1937. Ia menyaksikan betapa kuatnya komitmen sebagian besar masyarakat untuk menegakan negara modern, kendati tengah menghadapi krisis ketika mereka kehilangan harapan di dalamnya, anhenya mereka  merasa memperoleh solusi dalam fasisme dan bukan dalam rezim sosialisme.
Dari fenomena tersebut, Gramsci tertarik untuk melihat bagaimana sesungguhnya kekuasaan itu harus ditegakan. Melalui catatan harianya yang ia tulis di dalam penjara, The Prison Notebooks, ia mempertanyakan, mengapa dan bagaimana negara modern menikmati konsesus, dan bagaimana kaum sosialis menjamin konsensus itu dijadikan dasar bagi tumbuhnya konsesnsus baru di tengah-tengah nilai sosialis.
Bertolak dari historis semacam itu, Gramsci merasa menemukan masalah, anmun tidak menemukan jawaban dalam analisis Marx. Meski tidak sepenuhnya meninggalkan tardisi Marxian, karena ia percaya sepenuhnya bahwa masyarakat kapitalisme selalu emlahirkan kontradiksi di dalamnya, ia kemudian mencari jawabanya sendiri dengan mendasarkan pada karya-karya Labriola,Sorel, dan Croce, kemudian ia berhasil mengembangkan teori politik tentang bagaimana kekuasaan bekerja di dalam negara modern. Ia melakukan analisis, antara lain dengan memberikan kritik terhadap kegagalan prediksi Marx. Bukti kegagalan revolusi sosialisme karena tidak terjadi revolusi kaum buruh, telah mematahkan argumentasi Marx yang dinilainya deterministik, aftalistik, dan mekanistik.
Bagi Gramsci, memang ada keteraturan sejarah, namun sejarah itu tidak berjalan secara otomatis dan bukan tak terelakan. Perkembangan sejarah terjadi karena ada ketimbulan kesadaran massa terhadap situasi dan sistem yang dihadapi. Oleh karena itu massa harus bergerak untuk melakukan revolusi, dan hal ini bisa terjadi jika massa memiliki kesadaran terhadap realitas atau sistem yang dihadapinya. Tekanan strukturan tertama ekonomi, diakuinya memang ada, namun itu bukan penyebab bagi massa bangkit untuk membangun revolusi. Dalma hal ini yang butuhkan adalah Revolusi Ideologi, tetapi revolusi ideologi ini tidak akan muncul dari massa, melainkan harus didorong oleh kelas intelektual yang yang sadar. Sebab dimata Gramsci, massa pada dasarnya tidak memilki self-consciouness. Meski demikin, begitu memperoleh dorongan dari para elite, massa-diyakini Gramsci- akan memungutnya dan dijadikanya dasar sebagai gerakan revolusi.
Dari rana makro (subyektif), Gramsci mempersoalkan ide kolektif dan bukan struktur sosial. Disini ia memperlihatkan kecenderunganya pada perspektif Hegelian dari pada Marx. Dalam hal ini ia mengungkapakan kata kunci, yaitu Hegemoni :adalah sebuah sistem suatu negara yang didasarakan pada pembinaan dan pembentukan konsensus melalui pembentukan budaya.
Konsep hegemoni dikembangkan Gramsci atas dasar dekonstruksinya terhadap konsep-konsep Marxis ortodoks (konsep yang menerima doktrin Marxs sebagai kebenaran mutlak). Gramsci sebagaimana teoritikus kontemporer, seperti Terry Eagleton, Fredrick Jameson, dan Mikhail Bahktin, menganggap Marxs tak lebih ahnya sebagai sumber inspirasi untuk melakukan dekonstruksi.
Titik awal konsep gramsci tentang hegemoni adalah suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas dibawahnya dengan cara kekarasan dan persuasif. Gramsci menggunakan centaur mitologi Yunani setengah manusia dan setengah binatang sebagai simbol ‘perspektif ganda’ suatu tindakan politik, yakni kekuatan dan konsensus, otoritas dan hegemoni serta kekerasan dan kesopanan. Dari sini ia melihat bahwa hegemoni bukanlah sebuah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan dengan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah suatu organisasi konsensus, dalam Prison notebooks, ia menggunakan kata derezione (kepemimpinan atau pengarahan), egemonia (hegemoni) dan berlawanan dengan dominzione (dominasi).
Konsep hegemoni berkaitan erat dengan konsep Lenin. Menurut Lenin, hegemoni merupakan strategi untuk revolusi, suatu strategi yang harus dijalankan oleh suatu kelas pekerja dan anggota-anggotanya guna memperoleh dukungan dari mayoritas. Gramsci menambahkan dimensi baru atas masalah ini dengan memperluas pengertianya, sehingga hegemoni juga mencakup peran kelas kapitalis beserta anggotanya, baik untuk merebut kekuasaan negara maupun untuk memeprtahankan apa yang sudah diperolehnya. Gramsci membedakan dominasi (kekerasan) dengan kepemimpinan moral dan intelektual. Berbeda dengan Lenin yang melighat hegemoni dalam pengertian aliansi antar kelas atau kelompok kelas, Gramsci menmbahkan dimensi baru yang teramat penting dengan mengajukan konsep kerakyatan. Menurutnya, suatu kelas tidak dapat meraih kepemimpinan nasional, dan menjadi hegemonik, jika hanya kelas itu membatasi pada kepentingan mereka sendiri, sebaliknya mereka harus memperhatiakn tuntutan dan perjuangan rakyat yang tidak memiliki kelas yang bersifat murni. Jadi, hegemoni memiliki dimensi nasional, kerakyatan, disamping dimensi kelas.
Hegemoni memerlukan penyatuan berbagai kekuatan sosial yang berbeda ke dalam sebuah aliansi yang luas, yang mengungkapkan kehendak kolektif semua rakyat, sehngga masing-masing kekuatan ini dapat mempertahankan otonominya sendiri dan memberikan sumbangan dalam gerakn menuju sosialisme. Strategi semacam inilah yang disebut oleh Gramsci sebagai perang posisi.
Praktek hegemoni dilakukan secara terus-menerus terhadap kekuatan oposisi agar mau memilih sikap konformistik, sehingga bisa menimbulkan disiplin diri untuk menyesuaikan dengan norma-norma yang diberlakukan oleh negara, dengan keyakinan bahwa apa yang diputuskan oleh negara adalah cara terbaik untuk bertahan (survive) dan meraih kesejahteraan. Dalam hal ini Gramsci hendak memperlihatkan peran kaum intelektual yang bekerja atas nama kapitalisme dengan menempuh kepemimpinan budaya, dengan persetujuan massa. Jika revolusi ingin berhasil, maka kepemimpinan budaya harus hadir. Sebab menurutnya revolusi tidak cukup dilakukan dengan cara menguasai ekonomi dan aparatur negara, demikian tidak seperti pandangan Marx.







C.     Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan pemikiran gramsci di atas, hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan,norma maupun kebudayaan sekelompok masyarakat ayang akhirnya berubah menjadi sebuah doktrin terhadap kelompok lainya, dimana kelompok yang di dominasi tersebut secara sadar telah mengikutinya. Kelompok yang di dominasi oleh kelompok lain (penguasa) tidak merasa tertindas dan merasa itu sebagai hal yang sehrusnya terjadi.
Pengertian hegemoni menunjukan sebuah kepemimpinan dari suatu negara tertentu terhadap suatu negara lain yang berhubungan secara longgar maupun secara ketat terintregasi dalam negara ‘Pemimpin’. Teori hegemoni yang dicetuskan gramsci dalah sebuah pandangan dan cara berpikir yang dominan, yang di dalmnya sebuah konsep tentang kenyataan yang disebarluaskan dalam masyarakat, baik secara institusional maupun perorangan (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral.


Komentar

Postingan Populer