Ilmu Mantiq
Mantiq
Mata Kuliah : Mantiq
Dosen Pengampu : Mahrus
Robik Jesin
NIM :
1414331009
Jurusan Filsafat Agama
Semester III
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015
Perbedaan ilmu mantiq dan logika dalam
perkembangan study islam
Setelah di
transfer ke dunia islam, mantiq yunani terdiri dari tiga corak berikut:
Mantik hasil karya kelonpok Peripateticieus (Masya’ayun) atau mantiq aliran
Peripatetisme (Massaiah, yaitu
pengembangan metode aristo mabtu )
Mantik hasil karya Stoicieus (Rawakiyun) atau
mantiq aliran Stoicisme (Rawakiyah)
yang di kembangkan oleh ahli ilmu kalam dan ahli ushul fiqh
Mantik hasil karya ahli tasawuf yang disebut dengan
mantik Isyaraqi (Manthiq Isyraqi)
Dalam kategori lain ilmu mantiq mempunyai corak yang
dikelompokan menjadi tiga kelompok antara lain sebagai berikut:
Mantik murni yunani
Mantik yunani yang bercampur dengan pemikiran islam
Mantik islami
Ilmu Mantiq Aristoteles dapat diterima dan berkembang
di dunia pemikiran islam disebabkan oleh beberapa faktor berikut .
Islam mengajarkan prinsip persamaan drajat antara
pemeluk islam bangsa arab dan non arab, berbeda dengan agama non islam yang
kerap kali memandang rendah masyarakat jajahannya.
Adanya prinsip kebebasan berfikir bagi setiap individu
muslim.
Adanya sikap terbuka untuk mempelajari ilmu
pengetahuan peninggalan karya pemikir yunani sebagai bagian dari objek kajian
ilmiah.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, ilmu
mantiq banyak menyumbangkan baik dalam pembahasan maupun percobaan-percobaan
yang dilakukan oleh para ahli belakangan seperti Discartes, Imanuel Kant, dan
yang lainnya.
Definisi logika sebagai ilmu untuk meneliti
hukum-hukum berpikir dengan tepat harus mempunyai titik pembenaran tentang
kebenaran itu sendiri. Maka ahli mantik dalam hal ini mencapai sebuah konklusi,
yaitu ketika sebuah pernyataan sesuai dengan kenyataannya maka itu benar dan
pernyataan yang didasarkan pada koherensi logis adalah benar, karena kekuatan
pikir kita sebatas kebenaran yang kita ketahui. Pikiran yang tidak didasarkan
pada kebenaran tidak memiliki kekuatan. Jika aklamasi mengarah kepada logika
adalah representasi dari segala kebenaran pengetahuan, maka akan timbul
pertanyaan ‘ke-independensian’ logika, apakah termasuk dari bagian sebuah
pengetahuan atau hanya sebagai ‘kacung’ ilmu pengetahuan? Stoicisme
mengklasifikasikan ilmu menjadi tiga tema besar, yaitu metafisika, dialektika
dan etika. Dan dialektika adalah logika. Maka mereka lebih cenderung memasukkan
logika sebagai bagian dari Filsafat. Berbeda dengan Ibnu Sina (1037 M.) dalam
bukunya al-Isyaratt wa al-Tanbihat yang
memisahkan logika sebagai ilmu independen sekaligus sebagai pengantar. Dalam
hal ini, Al-Farabi (950 M.) juga berpendapat bahwa mantik adalah Ra’is
al-‘Ulum yang
independen. Keterpengaruhan mantik arab dengan neo-platonisme dan Aristoteles
sangat jelas jika dilihat dalam hal ini, karena essensi dari pada logika itu
sendiri adalah ketetapan hukum untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.
Dan sejatinya tidak ditemukan perbedaan yang mendalam, hanya dari sisi
pandangnya saja yang membuat seakan berbeda.
Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu menjadi dua;
pertama ilmu murni-independen (ulum maqshudah
bi al-dzat) seperti
ilmu syari’at yang mencakup ilmu tafsir, hadits, fikih dan kalam, dan ilmu
filsafat yang mencakup fisika dan ketuhanan. Kedua, ilmu pengantar
(âliyah-wasîlah) bagi ilmu-ilmu murni-independen, seperti ilmu bahasa Arab dan
ilmu hitung sebagai pengantar ilmu-ilmu syari’ah, dan mantik sebagai pengantar
filsafat. Pengkajian terhadap ilmu pengantar hendaknya hanya sebatas
kapasitasnya sebagai sebuah alat bagi ilmu independen. Karena jika tidak
demikian, ilmu alat atau pengantar tersebut akan keluar dari arah dan tujuan
awal, dan bisa mengaburkan pengkajian ilmu-ilmu independen. Pembahasan panjang
lebar terhadap ilmu pengantar inilah yang banyak dilakukan oleh ulama khalaf.
Dalam perkembangan selanjutnya, hanya ilmu independenlah yang dapat disebut
sebagai ilmu. Sedangkan ilmu perantara bukan disebut ilmu. Terlepas dari ilmu
atau bukan, bisa dikatakan tujuan sebenarnya mantik atau logika bukanlah
sebagai peletak hukum berpikir melainkan berpikir untuk memperoleh kebenaran,
yang salah atau yang benar.
Mengapa ilmu mantiq penting untuk
dipelajari untuk filsafat islam
Dalam dunia ilmu, argumen dipakai
sebagai penguat gagasan. Setiap argumen dapat diuji keabsahannya dengan logika.
Maka, untuk mewujudkan argumen yang baik dan benar perlu menguasai logika.
Karena korelasi sebuah pernyataan dan jawaban yang logis akan dapat dibuktikan
dengan rumusan hukum logika. Kesalahan penyimpulan ditemukan ketika tidak
menggunakan hukum, prinsip dan metode berpikir. Berangkat dari upaya pencarian
kebenaran tersebut ilmuwan Yunani seperti Socrates, Plato dan Aristoteles
semakin gencar untuk merumuskan perangkat metode berpikir yang rasional.
Mempelajari ilmu logika itu sama dengan
mempelajari ilmu pasti, dalam arti sama-sama tidak langsung memperoleh faedah
dengan ilmu itu sendiri, tapi ilmu-ilmu itu sebagai perantara yang merupakan
suatu jembatan untuk ilmu-ilmu yang lain juga untuk menimbang sampai dimana
kebenaran ilmu-ilmu itu Dengan demikian maka ilmu
logika juga boleh disebut ilmu
pertimbangan atau ukuran, dalam bahasa Arab disebut ilmu mizan atau mi’jarul ulum.
Meskipun ada sebagian kelompok yang
melarang atau bahkan menghukumi ilmu logika sebagai ilmu yang haram untuk
dipelajari, namun diantara komunitas
ulama dan cendekiawan muslim memperbolehkan mepelajari ilmu mantiq (logika),
sebagai penyempurna dalam mengiterprestasikan al-qur’an dan hadist.
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi akal, sangat menganjurkan
umatnya untuk mendidik dan membimbing akal. Tujuannya tidak lain agar tidak
terjerumus kedalam kesesatan berlogika.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah ilmu
untuk menyelamatkan akal dari kesesatan, yaitu Ilmu mantiq. Mantiq oleh sebagian kalangan disebut sebagai bapak segala ilmu. Ini
tidaklah berlebihan, mengingat mantiq merupakan formula dan alat untuk menuju
metode berfikir yang benar dan jernih sehingga sampai kepada kesimpulan yang
benar pula.
Imam al Akhdhari
(1512-1575 M) dalam magnum opus nyaSullam Munawraq mengungkapkan urgensitas ilmu mantiq:
“Ilmu mantiq bagi akal ibarat ilmu nahu bagi
lisan.”
Mantiq sebagai ilmu pertama kali disusun secara rapi
oleh Aristoteles (384-322 SM), seorang filosof Yunani. Ketika agama Islam telah
tersebar di Jazirah Arab dan dipeluk secara meluas sampai ke timur dan barat,
perkembangan ilmu pengetahuan pun mengalami kemajuan yang pesat. Puncaknya
terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Di periode inilah terjadi
penerjemahan ilmu-ilmu filsafat Yunani kedalam bahasa Arab, termasuk ilmu mantiq.
Dalam Islam, ilmu mantiq mulai di dilakukan oleh Al-Farabi,
salah satu filsuf Muslim yang sering dinyatakan sebagai maha guru kedua dalam ilmu
pengetahuan. Pada masa Al-Farabi ilmu mantiq dipelajari lebih rinci dan
dipraktekkan, termasuk dalam pentasdiqan qadhiyah.
Beberapa istilah teknis dalam ilmu
mantiq
Lafadz
Pembahasan Tentang Kata-Kata
Kata adalah bunyi atau satuan yang
mengandung arti tertentu. Sedangkan Kalimat adalah kesatuan kata yang
mengandung pikiran yang sempurna atau lengkap. Kalimat dalam tata bahasa sama
dengan proposisi. Dalam ilmu logika Kata bisa disebut juga Terma atau logika,
tetapi tidak semua dapat dianggap Terma meskipun setiap Terma terdiri dari
kata.
Pembagian Kata
Lafazh yang musta’mal (term) itu terbagi
menjadi dua macam, yaitu :
Murakkab (komposit),
jika term itu terdiri dari lebih dari
satu kata. Lafazh murakkab (term komposit) meskipun dari kata mempunyai arti
sendiri-sendiri tetapi jika digabungkan hanya menjadi satu pengertian.
Contoh; rumah sakit, kuda putih
dll.
Mufrad (simpel),
Jika term itu terdiri dari satu kata
atau satu istilah.
Contoh: Manusia, negara dll.
Pembagian Lafazh Mufrad
Lafzh Mufrad terbagi menjadi dua macam,
yaitu :
Kulliy (Universal)
Adalah term yang dapat dipergunakan bagi
setiap anggota suatau kelas dengan arti yang sama.
Contoh: Manusia, sekolah, hewan dll.
Juz’iy (Partikuler),
Kebaikan kulliy, yaitu Term yang
menunjukkan satu obyek saja.
Contoh:Ahmad, Presiden Republik
Indonesia pertama.
Pembagian Lafazh Mufrad Kulliy
Kulliy (Term Simpel Universal) terbagi
menjadi dua, yaitu:
Dzati (Substansional), yaitu jika pengertian dari Kulliy itu bagian dari
hakekat Juz’i sebagiannya, seperti Hewan (Unsur Animalitas) dan Natiq (Unsur
rasionalitas) dinisbatkan pada manusia. Manusia hakekatnya hewan (sebagian) dan
manusia hakekatnya berfikir (sebagian). Hewan sebagian dari pengertian manusia.
Manusia sama dengan hewan yang berfikir (seluruhnya).
Aridhi (Accidental), yaitu jika pengertian dari Kulliy tidak termasuk dalam
hakekat Juz’i (sebagian)nya. Seperti Gubernur dinisbatkan kepada Sutiyoso,
Gubernur bukan termasuk nhakekat Sutiyoso, buktinya kalau Sutiyoso tidak jadi
Gubernur maka lafazh Gubernur tidak bisa lagi dinisbatkan ke Sutiyoso.
Pembagian Kulliyyat (Klarifikasi)
Kulliyat lima (Klasifikasi predicable)
disebut juga Pradicabel. Pradicable adalah nama-nama jenis predikat dalam
hubungannya dengan subyek.
Menurut Prophyrius, predicable ada lima
macam yaitu:
Jinsi, yaitu himpunan golongan-golongan yamng
menunjukkan hakekat sesuatu yang berbeda tetapi terpadu oleh persamaan sifat,
seperti term “Hewan” merupakan genus dan golongan, manusia merupakan species.
Genus lebih umum daripada species.
Fashol , artinya perbedaan, yaitu suatu
atribut atau kumpulan atribut-atribut yang membedakan suatu
kelas/golongan/species dengan genus yang sama. Contih, Rasionalitas memisahkan
manusia dari golongan-golongan hewan lain.
Ardh , yaitu atribut yang bukan merupakan sebagian dari konotasi (hakekat) term
dan tidak merupakan kelanjutan dari konotasi itu. Contoh, Hitam, bukan atribut
kusus bagi manusia, tapi anggota lainpun memiliki atribut hitam, seperti hewan.
Nau’ , yaitu kelompok dari (individu) yang
menunjukkan hakekat kebersamaan bentuknya dan sifat-sifat tertentu yang
membedakannya dengangan dari golongan lain. Contoh, Term manusia, setiap
individu memperlihatkan persamaan bentuk yang membedakan adalah kemampuan
berfikir.
Khosh , yaitu satu atribut atau kumpulan
atribut tambahan yang dimiliki secara husus oleh setiap individu golongan.
Seperti tertawa, bagi manusia tertawa bukanlah hakekat tapi itu kusus ada pada
manusia, selain manusia tidak ada tertawa.
Pembagian jinis
Jins qorib, ialah genus yang dibawahnya tidak terdapat genus lain, hanya ada
kelas-kelas, golongan-golongan dan di atasnya terdapat genus yang paling
tinggi. Contoh, Term Hewan, di bawahnya sudah tidak ada genus lain. Al-Jins
Al-Qarib ini disebut juga dengan Al-jins Al-Safil.
Jinis ba’id, ialah genus yang di atasnya tidak ad genus lain dan di bawahnya ada.
Contoh, Al-Jauhar yaitu, jasad, jasad hidup dan hewan. Al-Jins Al-Ba’id disebut
juga Al-Jins Al-‘Ali.
Jinis wasath, ialah genus-genus yang diatas dan bawahnya terdapat genus lain. Contoh,
jasad hidup (An-Nami) diatas ada genus jasad di bawahnya ada genus hewan.
Hubungan Lafazh Dengan
Arti
Pembagian Lafazh Menurut
Arti
Lafazh Kulliy yang mencakup
dari segi arti ada lima macam, yaitu :
Tawathu’ , yaitu lafazh yang mempunyai banyak arti yang
semua arti itu sama, seperti Manusia.
Tasyakuk , ialah kata yang mempunyai banyak arti tetapi
artinya tidak sama, seperti kata Cahaya.
Takhaluf , ialah suatu kata yang arinya tidak sama dengan
kata lain atau sejumlah lafazh yang memiliki arti sendiri-sendiri, seperti,
kata “Manusia” dan kata “Kuda”.
Musytarak , ialah suatu kata yang mempunyai arti lebih dari satu,
seperti kata “Amat”, kata ini dapat bermakna sangat bisa juga nama orang.
Mutaradif , ialah sejumlah kata yang berbeda diartikan dengan
pengertian yang sama, seperti kata adat, aturan, kebiasaan dan norma adalah
satu arti.
Pembagian Lafazh Murrakab
Lafazh yang Murakkab
secara sempurna disebut Kalimat,dibagi mnjadi dua macam, yaitu :
Thalab yang artinya
permintaan. Dibagi menjadi tiga, yaitu :
Amar yang artinya
perintah.
Do’a yang artinya
permohonan.
Iltimas yang artinya
permintaan atau harapan.
Kalimat berita disebut
juga keterangan, proposi, kalimat berita inilah yang menjadi obyek bahasan Ilmu
Mantiq (Logika).
Ta’rif (Definisi)
Pengertian Ta’rif
Ta’rif secara lughawi, adalah memperkenalkan,
memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu. Secara mantiki, ta’rif
adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun lisan, yang dengannya
diperoleh pemahaman yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan atau
diperkenalkan.
Selain itu menurut Basiq Djalil, lafadz
ta’rif berasal dari bahasa Arab yang bearti memberi tahu, memperkenalkan.
Maksudnya adalah dengan ta’rif, kita dapat sesuatu dengan lengkap dan sempurna.
Itulah sebabnya ta’rif, dapat disamakan pengertiannya dengan rumusan,
pengertian, atau definisi dalam bahasa Indonesia.
Dalam ilmu mantik, ta’rif berperan amat mendasar,
kerena istidlal (penarikan kesimpulan) yang merupakan
tinjauannya yang paling fondamental, tergantung amat eratkepada jelasnya ta’rif
lafazhyang dipakai untuk menyusun qadhiyah-qadhiyah (kalimat-kalimat)
yang darinya ditariknatijah (kesimpulan). Jika ta’rif lafazh tidak
jelas, maka kesimpulan yang dihasilkan mungkin sekali keliru atau salah.
Yang di Ta’rif
bisa berupa dzat dan yang bukan dzat. Dzat adalah
lafadz yang bermakna dza tatau benda. Dalam ilmu mantik
bearti: lafadz kulli yang
menunjukkan hakikat (makiyah) secara penuh. Sedangkan lafadz abstrak
yang menyifati benda itu seperti besar, panjang, jelek, biasa disebut lawan
dari zat.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan,
ta’rif adalah memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai
sesuatu dengan lengkap dan sempurna.
Pembagian ta’rif
Menurut Baihaqi A. K, dalam bukunya yang berjudul ilmu
mantik (teknik dasar berfikir logik) ta’rif terbagi kepada empat:
Ta’rif had adalah ta’rif yang mengunakan rangkaian
lafazh kulli jins dan fashl.
Contoh: Insan adalah hewan yang berfikir.
Hewan adalah jins dan berfikir
adalah fashl bagi manusia.
Ta’rif had terbagi dua:
Ta’rif had tam : adalah
ta’rif dengan mengunakan lafazh jins qarib dan fashl.
Contoh: Insan adalah hewan yang dapat berfikir.
Hewan adalah jins qarib (dekat)
kepada insan karena tidak ada lagi jins di bawahnya. Artinya
di bawah hewan tidak ada lagi lafazh kulli yang tekategori jins,
kecuali insan yang terkategori nau’. Sedangkan dapat berfikir adalah fashl bagi
insan.
Ta’rif had naqish : adalah
ta’rif yang mengunakan jins ba’id dan fashl atau
mengunakan fashl qarib saja.
Contoh: Insan adalah jims (tubuh yang
dapat berfikir.
Jims adalah jins ba’id bagi insan dan
dapat berfikir adalah fashl baginya.
Ta’rif rasm : adalah
ta’rif yang mengunakan jins dan‘irdhi khas.
Contoh: Insan adalah hewan yang dapat tertawa.
Hewan adalah jins dan tertawa adalah ‘irdhi khas
(sifat khusus) manusia.
Ta’rif rasm terbagi menjadi dua:
Ta’rif rasm tam : adalah
ta’rif yang mengunakan lafazh jins qarib dan fashl.
Contoh: Insan adalah hewan yang dapat tertawa.
Hewan adalah jisn qarib bagi insan, sedangkan ketawa adalah ‘irdhi khas baginya.
Ta’rif rasm naqish : adalah
ta’rif yang mengunakan lafazh jins
Ba’id dengan ‘irdhi
khas, atau mengunakan lafazh ‘irdhi khas saja.
Contoh: Insan adalah jisim yang bisa ketawa.
Ketawa adalah ‘irdhi khas (sifat
khusus) bagi insan.
Ta’rif lafazh : adalah
ta’rif dengan mengunakan lafazh lain yang sama artinya saja.
Contoh: Tepung adalah terigu, itik adalah bebek, lembu
adalah sapi.
Ta’rif mitsal : adalah
ta’rif dengan memberikan contoh (mitsal).
Contoh: Lafazh kulli adalah seperti insan, Lafazh
juz’i adalah seperti muhammad, Kalimat bahasa Indonesia adalah seperti guru
datang, dll.
Selain itu menurut M. Taib Thahir, ta’rif juga terbagi
menjadi empat yaitu:
Ta’rif lafdhi
Ta’rif lafdhi adalah ta’rif sutau lafadh dengan lafadh
yang laindan lebih jelas bagi pendengarmengenai lafadh itu.
Ta’rif tanbihi
Ta‘rif tanbihi adalah ta’rif yang mengadirkan gambaran
yang sudah tersimpandalam khayalan pendengar yang pada waktu itu terlupa
padahal pernah dikenalnya.
Ta’rif ismi dan ta’rif haqiqi
sebenarnya hampir sama, kerena kedua-duanya merupakan
gambaran atau susunan kata. Jika telah jelas susunan pengertian itu jelas
pulalah pengertian suatuyang di ta’rifkan.
Syarat-syarat ta’rif
Untuk dapat diterima suatu ta’rif harus memenuhi
beberapa syarat yaitu:
Harus Jamik, artinya harus masuk, yakni harus meliputi
seluruh cakupan ta’rif.
Harus manik, artinya harus menolak, yakni harus
menolak segala sesuatu yang mungkin termasuk kedalam cakupan ta’rif.
Tidak boleh mengakibatkan kemustahilan (mengandung
daur, tasalsul atau perkumpulan dua yang bertentangan).
Harus lebih jelas dan mudah diterima akal, yakni logis,
karena guna ta’rif adalah untuk memperjelas pengertian.
Tidak boleh menyalahi aturan bahasa.
Tidakboleh mengunakan lafadz majas tanpa petunjuk
qarinah.
Tidak boleh memakai lafadz mustarak, tanpa ada qarinah
yang menunjukkan pada satu arti.
Tidak boleh mengandung lafadz yang ghaib, yakni lafadz
yang tidak terang maknanya atau dilalahnya.
Proposisi (Qadhliyyah)
Proposisi dan Hukum-Hukumnya
Pengertian Proposisi (Qadhiyyah)
Qadhiyyah (Proposisi) adalah sebuah
pernyataan kalimat yang mungkin benar dan mungkin salah ditinjau dari segi
kalimat pernyataan itu sendiri. Qadhiyyah disebut juga Kalam.
Proposisi terdiri dari tiga unsur,
yaitu: Subyek, Predikat dan Kopula. Kopula adalah satu bagian proposisi yang
merupakan suatau tanda yang menyatakan hubungan diantara Subyek dan Predikat.
Contoh: semua manusia adalah bermoral, proposisi ini terdiri term semua
manusia adalah subyek, bermoral adalah predikat
dan adalah dinamai Kopula.
Macam-macam Proposisi
Proposisi terbagi menjadi dua macam,
yaitu: Proposisi Kategoris dan Proposisi Kondisional.
Proposisi Kategoris dan Pembagiannya
Yaitu pernyataan yang antara subyek dan
predikat tidak terkait dengan suatu syarat. Contoh: Semua makhluk akan
sirna. Muhammad adalah utusan Allah.
Proposisi Kategoris terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
Proposisi Kategoris Universal, yaitu proposisi katagori yang subyeknya
mencakup semua yang dikandungnya.
Contoh: Manusia adalah makhluk
yang bernyawa.
Proposisi Kategoris Universal di bagi
menjadi dua, yaitu:
Definitif, ialah Qadhiyyah hamliyyah
kulliyyah yang didahului oleh sur.
Indefinitif, ialah Qadhiyyah hamliyyah
kulliyyah muhmalah yang tidak idahului oleh sur.
Sur adalah
kata yang menunjukkan kualitas subyek, adakalanya Kulli dan Juz’i.
Proposisi Kategoris Individual yaitu proposisi katagoris yang subyeknya tidak mencakup semua
jenisnya tetapi hanya sebagiannya saja.
Contoh: Sebagian pejabat itu
tidak koropsi.
Proposisi Kategoris ditinjau dari segi
predikat atau kualitasnya ada dua, yaitu:
Proposisi Affirmatif ialah proposisi kategoris yang kopulanya membenarkan adanya
persesuaian hubungan subyek dan predikat.
Proposisi Negatif ialah proposisi kategoris yang kopulanya menyatakan bahwa antara
subyek dan predikat tidak ada hubungan sama sekali.
Proposisi Kondisional dan Pembagiannya
Yaitu
proposisi yang hubungan antara subyek dan predikat terkait dengan syarat.
Proposisi Kondisional itu terbagi menjadi dua yaitu :
Proposisi Kondisional Hipotetis, ialah proposisi kondisional yang hubungan antara subyek dan predikat
merupakan hubungan yang tetap.
Proposisi Kondisional Disjunktif , ialah proposisi kondisional yang memastikan adanya hubungan yang
berlainan diantara dua unsur proposisi itu.
Proposisi Kondisional dipandang dari
segi pengantar dan pengiring terbagi menjadi tiga, yaitu:
Mani’u Jami’, yaitu terlarang berkumpul antara pengantar dan pengiring dan tidak
mungkin dapat bergabung, tapi boleh sepi keduanya.
Mani’u Khuluwwin, yaitu terlarang (tiada) satu dengan yang lain, tapi boleh berkumpul
keduanya.
Mani’u Jum’in Wa Khuluwwin, yaitu terlarang sepi dari salah satunya dan terlarang pula bersatu.
Bentuk proposisi dapat dirumuskan
menjadi:
Proposisi Universal Afirmatif
Proposisi Universal Negatif
Proposisi Particuler Afirmatif
Proposisi Particuler Negataif
Istidlal
Pengertian Istidlal yaitu,
penyimpulan secara tak langsung. Istidlal merupakan bab terpenting dalam
Ilmu Mantiq dan merupakan tujuan penting, sebab dengan mempergunakan Istidlal
pikiran dapat mengetahui hal-hal yang belum diketahui.
istidlal ada dua macam yaitu :
Istidlal Istiqra’i (Induksi), ialah menyimpulkan bedaasar penelitian pada bagian-bagin
untuk menentukan suatu hukum yang
bersifat umum.
Contoh: Semua logam jika dipanaskan
pasti memuai.
Istidlal Qiyasi (Detuktif), ialah penyusunan dengan menggunakan keteranga-keterangan yang
telah diakui kebenarannya untuk sampai pada keterangan tentang sesuatu yang
belum diketahui.
Al-Qiyas (Silogisme),
adalah suatu bentuk penarikankonklusi secara deduktif tak langsung yang
konklusinya ditarik dari permis yang telah disediakan secaara serempak. Contoh:
Anda mengutamakan kepentingan Negara
Setiap orang yang mengutamakan
kepentingan Negara adalah seorang Nasionalis
Anda adalah seorang Nasionalis
Pembagian Qiyas
Qiyas (Silogesme) ada dua bagian, yaitu:
Iqtirani, disebut juga Hamli (kategoris)
Istitsna’i, disebut juga Istiranti
(hipatis)
Qiyas Istirani (silogis Katagori) ialah Qiyas yang menunjukkan konklusi. Dan Qiyas Iqtirani khusus ada pada
proposisi kategori.
Contoh: Semua manusia adalah makhluk
Semua makhluk akan mati
Semua manusia akan mati
Aturan-aturan Umum Qiyas Iqtirani
Dalam membuat Qiyas Iqtirani harus sesuai dengan aturan yaitu menyusub
permis-permis dengan menurut aturan yang berlaku.
Premis-premis adalah dasar dari
kesimpulan deduktif yang diambil, premis-premis tersebut harus digambarkan
sedemikian rupa hingga nampak dengan jelas ada.
Premis Minor : ialah Proposisi yang mengandung term minor ,seperti Arak adalah minuman yang memabukkan.
Premis Mayor : ialah Proposisi yang mengandung term mayor, seprti, Setiap yang memabukkan adalah
haram.
Konklusi : ialah Proposisi yang
mengandung Term minor dan Term Mayor, seperti; Arak adalah haram.
Qiyas harus mengandung tiga term, yaitu:
Term Minor : ialah yang menjadi subyek dalam proposisi yang menjadi natijah.
Term Mayor : ialah kata yang menjadi predikat dalam proposisi yang menjadi natijah.
Term Penengah : ialah kata yang diulang-ulang di
dalam dua proposisi, yaitu proposisi pertama disebut dengan premis minor dan
proposisi yang kedua yang di sebut proposisi mayor
Bentuk-Bentuk Silogisme
Pengertian Syakal dan Dharb
Syakal artinya
bentuk, Asyakul Qiyas artinya bentuk-bentuk silogisme yang
berkaitan dengan term-term yang terdapat pada
permis-permis/muqaddimah-muqaddimah Qiyas dalam tidak memperhatikan kualitas
dan kuantitas.
Dharb artinya
mode (mood), ialah bentuk silogisme yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
Macam-macam Bentuk Silogisme
Bentuk silogisme ditentukan oleh letak
Term Menengah yang lambangnya M, berdasarkan letaktersebut terdapat empat
syakal silogisme, yaitu:
1). Bentuk 1 (Syakal 1)
Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi
predikat pada premis minor dan subyek pada premis mayor.
Contoh: Alam raya adalah sesuatu
yang berubah
Sesuatu yang berubah adalah alam
Alam raya adalah baru
Kata yang bergaris bawah adalah Term
Menengah
2). Bentuk II (syakal 2)
Dalam bentuk ini Term Menengah menjadi
predikat pada premis minor dan pada premis mayor.
Contoh: Semua keadilan adalah kebaikan
Semua kedhaliman itu bukan kebaikan
Kedhaliman bukanlah kebaikan
3). Bentuk
III (syakal
3)
Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi
subyek pada premis mayor dan pada premis minor.
Contoh: Semua makhluk berubah
Semua makhluk binasa
Sebagian yang berubah akan binasa
4). Bentuk IV (syakal 4)
Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi
subyek pada premis minor dan predikat pada premis mayor, bentuk ini kebalikan
bentuk I.
Contoh: Tak satupun makhluk itu
abadi
Sebagian makhluk adalah
manusia
Manusia tidak abadi
Pendapat para ulama tentang hukum mempelajari
ilmu mantiq.
Imam al Akhdhari
menyebutkan hukum mempelajari mantiq dalam Kitab Sullam Munawwraqnya:
“perbedaan pendapat tentang
kebolehan sibuk mempelajari ilmu mantiq itu ada tiga”.
“Ibnu salah dan imam nawawi,
keduanya mengharamkanya, tetapi sekelompok ulam berkata “seyogyanya ilmu mantiq
itu diketahui”
“pendapat umum dan shahi adalah
boleh mendalami ilmu mantiq bagi orang yang sempurna akalnya”
“dan mengerti hadist dan kitab
al-qur’an, supaya dapat petunjuk denganya menuju kebenaran.”
Mengenai hukum boleh tidaknya mempelajari
ilmuMantiq ada 3 :
Pertama, haram. Ini merupakan pendapat Imam Ibnu Shalah
(643 H), dan Imam An Nawawi (631-676 H).
Kedua, boleh mempelajari ilmu mantiq. Ini disandarkan pendapat sebagian
ulama, di antaranya Imam Abu Hamid Al Ghazali (450-505 H). Beliau bahkan
berkata, “Siapa saja yang tidak mengetahui mantiq, maka ilmunya patut
diragukan.”
Ketiga, apabila si pelajar mantiq mempunyai kecerdasan yang mumpuni,
pemahaman yang kuat, dan intelektual yang tinggi, serta mereka yang memahami
dan mengamalkan Al-Qur’an dan sunnah, maka boleh menyibukkan diri dengan mantiq (mempelajarinya).
Jika tidak demikian, maka tidak boleh.
Tapi ada hal penting
yang harus diketahui, bahwa ikhtilaf (perbedaan pendapat) ulama-ulama
di atas hanyalah pada mantiq yang disusupi kalam-kalam dan
kesesatan filsafat, seperti yang tertuang dalam kitab Thawali’ul Anwar karya al Baidhawi (680 H).
Alasan diharamkannya mantiq yang seperti ini dikarenakan hal
tersebut mengikuti dan menyerupai Yahudi dan Nasrani. Dan juga ditakutkan akan
terjadi penyimpangan akidah bagi mereka yang mendalaminya, seperti kasus kaum
Mu’tazilah.
Syeikh Ibrahim al
Bajuri (1783-1860 M) mengkritik pendapat di atas dengan bijak. Beliau
berpendapat, jika belajar mantiq haram dikarenakan mengikuti Yahudi dan
Nasrani, maka dengan sendirinya ilmu kedokteran atau ilmu nahwu juga haram,
karena Yahudi dan Nasrani juga mempelajarinya.
Nah, sebaliknya, jika mantiq yang dipelajari tidak tersentuh dengan syubhat-syubhat filsafat, seperti kitab Mukhtashar karya al Sanusi, Syamsiyah karya Abi
al Hasan al Qazwini, Isagoji, Sullam Munawraq nya al Akhdhari dan sebagainya.
Maka tidak ada alasan
untuk mengharamkan ilmu mantiq. Para ulama telah sepakat mantiqmodel ini
boleh dipelajari. Bahkan hukumnya Fardhu Kifayah jika harus digunakan untuk melawan syubhat-syubhat yang ditujukan kepada agama Islam.
Ilmu mantiq hanya boleh dipelajari oleh orang-orang tertentu, mungkin
apabila sudah memenuhi syarat, si pelajar mantiq mempunyai kecerdasan yang mumpuni,
pemahaman yang kuat, dan intelektual yang tinggi, serta mereka yang memahami
dan mengamalkan Al-Qur’an dan sunnah, maka boleh menyibukkan diri dengan mantiq (mempelajarinya).
Jika tidak demikian, maka tidak boleh.
Komentar
Posting Komentar