"Metode Pendidikan" Ibn Khaldun


Tugas Mandiri
“Ibnu Khaldun”
Mata Kuliah : Mantiq
Dosen Pengampu : Mahrus El-mawa








Disusun oleh :
Robik Jesin
NIM :
1414331009
Jurusan Filsafat Agama
Semester III
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015


Ibnu Khadun

A.    Pendahuluan
Ibnu Khaldun adalah seseorang yang sejak kecil haus akan ilmu pengetahuan, selalu tidak puas dengan ilmu yang telah diperolehnya, sehingga memungkinkan beliau mempunyai banyak guru yang telah mengajarnya. Tidak heran jika beliau termasuk orang yang pandai dalam ilmu Islam, tidak saja dalam bidang agama, tetapi juga bidang-bidang umum, seperti sejarah, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan lain-lain. Pemikiran beliau tentang pendidikan Islam terlihat pada peletakan dasar-dasar proses belajar mengajar.
Untuk melengkapi pembahasan mengenai pemikiran Ibnu Khaldun, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang riwayat hidupnya serta pemikirannya terhadap pendidikan.

B.     Pembahasan
A.    Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Wali ad-Din Abu Zaid ‘AbdurRahman b. Muhammad Ibn Khaldun al-Hadrami al-Ishbili, disingkat Ibnu Khaldun, lahir di Tunisia pada 27 Mei  1332 dan wafat di Kairo pada 17 Maret 1406. N.J. Dawood menyebutnya sebagai  negarawan, ahli hukum, sejarawan, dan sarjana.[1]
Ibnu Khaldun berasal  dari negeri  Hadramaut Yaman yang silsilah keluarganya sampai kepada Wali Bani Hijr. Sejak kecil beliau telah mendapat didikan langsung dari orang tuanya untuk mempelajari dasar-dasar  pemahaman Alquran dan dilanjutkan kepada seorang yang ahli dalam Alquran, bernama Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Said Al-Anshary.
Hampir sepanjang hidupnya, beliau didedikasikan untuk menekuni ilmu pengetahuan. Tidak sedikit guru-guru yang telah beliau timba ilmunya. Proses belajar yang panjang dan melelahkan telah beliau jalani sampai berusia 20 tahun, dengan ditandai  berbagai  ijazah tadris dari para gurunya. Buah dari itu semua dapat kita saksikan dari karya tulis beliau yang sangat fundamental dan monumental, yang berjudul sangat panjang, yaitu “Al-Ibrar wa Diwan Al-Mubtada wa Al-Khabar fi Ayyam Al-‘Arabi wa Al-Ajam wa Al-Barbar wa Man Asrahum min Zawi As-Sulthan Al-Akbar”.[2]
Di samping kemampuan bawaan yang sudah dimilikinya semenjak lahir, Ibnu Khaldun juga diuntungkan oleh dunia disekelilingnya yang mengetengahkan berbagai persoalan pelik untuk dipecahkan. Ibnu Khaldun hidup di lingkungan keluarga yang sangat mengenal baik ilmu pengetahuan dan kepemimpinan. Inilah yang kemudian mendorongnya untuk menjadi “seseorang” di dalam keluarganya. Ia diberi fasilitas perpustakaan yang dipenuhiberagam buku bacaan. Pengetahuannya pun semakin bertambah luas dan dituangkan dalam bentuk tulisan dan karya. Adapun dunia yang mengelilingi kehidupannya adalah dunia yang penuh dengan persaingan kekuasaan dan politik.
Ibnu Khaldun telah menjelma menjadi ensiklopedia pemikiran dan penulisan. Bisa dikatakan, Ibnu Khaldun telah muncul di dua ranah, ranah sejarah dan ranah ilmu sosiologi. Dari kedua ranah inilah lahir berbagai pandangan dan analisa terhadap fenomena-fenomena sejarah dan sosial.[3]

B.     Setting Sosial
Ibnu Khaldun hidup pada saat dunia Islam mengalami masa kemunduran pertama. Ia hidup pada 1332-1406, ketika dunia Islam menghadapi keganasan tentara Mongol. Sejak 1258 M, Hulaghu Khan, pemimpin Mongol, melakukan penghancuran dinasti Abbasiyah. Lalu, keganasan tentara Mongol ini dilanjutkan oleh Timur Lenk (1336-1405), yang menguasai sebagian wilayah Islam di Asia.[4]
Ibnu Khaldun berasal dari keluarga terpelajar, neneknya pernah menjabat menteri keuangan Tunisia, sementara ayahnya sendiri seorang Administrator dan perwira militer dan moyangnya itu juga pemimpin politik di Seville dan pada waktu itu keilmuan dijadikan sebagai persyaratan untuk menjadi pemimpin. Pada waktu itu yang menjadi pemimpin Seville berada di tangan keluarga Khaldun dan keluarga bangsawan lainnya serta pengaruh dan kekuasaan lainnya berada di tangan Khaldun.
Dari sejarah dan pengalaman hidupnya serta berbagai rintangan yang dihadapinya maka dari berbagai pengalaman itulah timbul konsep-konsep baru baik mengenai sosiolog sejarah dan pendidikan, jika dilihat dari berbagai pengalaman dalam berbagai pemerintahan yang berbeda dan selalu berganti-ganti maka ia adalah seorang diplomat umum yang dapat bekerja sama dengan berbagai penguasa yang sedang berkuasa saat itu sehingga Ia mampu menarik hati penguasa.[5]

C.     Methodologi
Metode Ibnu Khaldun untuk merumuskan konsep pendidikan melalui pengalaman dan keahliannya sebagai ahli filsafat sejarah yaitu beliau menggunakan pendekatan filsafat sejarah yaitu beliau menggunakan pendekatan filsafat sejarah atau “ HISTORICAL PHILOSOPHI APROACH” dengan menghubungkan antara konsep dan realita, karena kedua pendekatan tersebut akan mempengaruhi sistem bergilir dan pemikirannya dalam pembahasan setiap permasalahan karena kedua pendekatan tersebut mampu merumuskan beberapa pendapat dan interpretasi dari suatu kenyataan dan pengalaman yang telah dilalui.[6]

D.    Teori
Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu pengetahuan adalah kemampuan manusia untuk membuat analisa dan sentesa sebagai hasil pemikiran atau berpikir. Kesanggupan berpikir menurutnya ada 3 tingkatan, yaitu :
1.      Pemahaman Intelektual manusia terhadap sesuatu yang ada diluar alam semesta dalam tatanan alam atau tatanan yang berubah-ubah, dengan maksud supaya dia dapat melaksanakan seleksi dengan kemampuan ia sendiri.
2.      Berpikir yang melengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan orang bawaan dan mengatur mereka (anak buah).
3.        Pemikiran yang melengkapi manusia dengan ilmu dan pengetahuan hipotesis (dzat) mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi indera tanpa tindakan praktis yang menyertainya.[7]

E.     Pemikiran IbnuKhaldun tentang Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Khaldun, tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat universal. Di antara tujuan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut :

a). Tujuan peningkatan pemikiran
Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan. Atas dasar pemikiran tersebut, tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah peningkatan kecerdasan manusia dan kemampuannya berpikir.
b). Tujuan peningkatan kemasyarakatan
      Dari segi kemasyarakatan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat manusia ke arah yang lebih baik. Jadi, eksistensi pendidikan menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu individu dan masyarakat menuju kemajuan dan kecemerlangan. Di samping bertujuan meningkatkan segi kemasyarakatan manusia, pendidikan juga bertujuan mendorong terciptanya tatanan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
c). Tujuan pendidikan dari segi keruhanian
Tujuan pendidikan dari segi keruhanian adalah dengan meningkatkan keruhanian manusia dengan menjalankan praktik ibadah, dzikir, khalwat (menyendiri), dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi.[8]

2.      Kurikulum Pendidikan dan Klasifikasi Ilmu
Ibnu Khaldun membuat klasifikasi ilmu dan menerangkan pokok bahasannya bagi peserta didik. Ia menyusun kurikulum yang sesuai sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Hal ini dilakukan karena kurikulum dan sistem pendidikan yang tidak selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik akan menjadikan mereka enggan dan malas belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Kelompok ilmu lisan (bahasa)
Ilmu tentang tata bahasa (gramatika), sastra, dan bahasa yang tersusun secara puitis.
b.      Kelompok ilmu naqli
Ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi. Ibnu Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaat dan kepentingannya bagi peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu Al-Qur’an, ulumul Qur’an, ulumul hadis, ushul fiqih, fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu ta’bir al-ru’ya.
c.       Kelompok ilmu aqli
Ilmu-ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan berpikir. Secara khusus, ilmu aqli dibaginya kepada empat kelompok, yaitu ilmu logika (mantiq), ilmu fisika, termasuk didalamnya ilmu kedokteran dan ilmu pertanian, ilmu metafisika, ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu geografi, aritmatika dan al jabar, ilmu musik, ilmu astronomi, dan ilmu nujum.[9]

Ibnu Khaldun berupaya menyusun ilmu-ilmu tersebut diatas berdasarkan urgensi dan faedahnya bagi peserta didik, yaitu :
1). Ilmu Syari’ah dengan semua jenisnya.
2). Ilmu Filsafat (rasio), ilmu alam (fisika) dan ilmu ketuhanan (metafisika)
3). Ilmu Alat yang membantu ilmu Agama, ilmu bahasa, gramatika, dan sebagainya.
4). Ilmu Alat yang membantu ilmu falsafah (rasio), ilmu mantiq, dan ushul fiqh.

Secara umum (global), keempat ilmu tersebut kemudian dibagi oleh Ibnu Khaldun menjadi 2 golongan, yaitu :
1.      Ilmu-ilmu pokok.
2.      Ilmu-ilmu alat.

3.      Sifat-sifat pendidik
Seorang pendidik akan berhasil dalam tugasnya apabila memiliki sifat-sifat yang mendukung profesionalismenya.
a.    Pendidik hendaknya lemah lembut, senantiasa menjauhi sifat kasar, dan menjauhi hukuman yang merusak fisik dan psikis peserta didik, apalagi terhadap anak-anak yang masih kecil.
b.   Pendidik hendaknya menjadikan dirinya sebagaiuswah al-hasanah (teladan) bagi peserta didik.
c.    Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi peserta didik dalam memberikan pengajaran sehingga metode dan materi dalam disesuaikan secara proporsional.
d.   Pendidik hendaknya mengisi waktu luang dengan aktivitas yang berguna.
e.    Pendidik harus profesional dan mempunyai wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwanya, serta kesiapan untuk menerima pelajaran.[10]

4.      Metode Pembelajaran
            Pendidikan anak menurut Ibnu Khaldun hendaknya dilakukan secara bertahap, dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi sejalan dengan kemampuan akal seseorang, sesuai dengan ketetapan Nabi, yaitu bi qadri ‘uqulihim(Ajarilah anak-anakmu sesuai kadar kemampuannya).

            Ibnu Khaldun tidak menyukai pembelajaran dengan menggunakan sistem hafalan, karena dianggap tidak efektif dan efisien.
Mengenai sarana dan media pembelajaran, Ibnu Khaldun membagi dalam dua bagian, yakni :
a.    Media yang ditolak Ibnu Khaldun, yaitu media yang bukan karena metode itu sendiri, melainkan karena tujuan yang diketahui membawa resiko, seperti: banyaknya referensi, banyak ringkasan (resume), menghindari dari permulaan pembelajaran yang menyulitkan, tidak ada ringkasan satu buku, memperpanjang pertemuan dan seterusnya.
b.   Media yang membawa nilai positif seperti memulai dengan pengajaran umum (global) kemudian ke arah yang terperinci, meringkas satu mata pelajaran, mengajak berpikir alami, dan seterusnya.
Adapun metode yang membawa pengaruh positif terhadap pengajaran adalah: memulai dengan umum (global) kemudian berangsur-angsur ke arah yang terperinci. Ibnu Khaldun juga menyarankan perlunya metode dialog dan diskusi dalam pembelajaran. Metode ini menurut Ibnu Khaldun sangat bermanfaat dan merupakan metode yang paling efektif dalam pembelajaran.[11]
5.      Prinsip-prinsip dalam proses belajar mengajar
Ibnu Khaldun telah meletakkan prinsip-prinsip proses belajar mengajar sebagai sesuatu hal yang sangat mendasar dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Prinsip-prinsip tersebut secara garis besarnya  meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a.    Adanya penahanan dan pengulangan secara berproses, yang harus disesuaikan dengan kemampuan siswa dan tema-tema yang diajarkan secara bersamaan.
b.   Tidak membebani pikiran siswa.
c.    Tidak pindah dari satu materi ke materi lain sebelum siswa memahaminya secara utuh.
d.   Lupa merupakan hal biasa dalam belajar, solusinya adalah dengan sering mengulang dan mempelajarinya kembali.
e.    Tidak bertindak keras terhadap siswa.

Menurut Ibnu Khaldun, tindakan keras atau kasar terhadap siswa dapat menyebabkan munculnya sikap rendah diri, dan mendorong seseorang memiliki perilaku dan kebiasaan buruk.[12]

F.      Relevansi Pemikiran Ibnu Khaldun dengan Dunia Pendidikan Islam saat ini.

1.      Mengenai metode yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun bahwa Ia lebih menyukai metode dialog dan diskusi nampaknya masih sesuai dengan dunia pendidikan masa sekarang dan  masih banyak digunakan.
2.      Dari pokok pikiran Ibnu Khaldun tentang prinsipnya bahwa seorang guru harus memberikan penjelasan yang disesuaikan dengan beberapa keterangan pada tema-tema pelajaran yang terkait nampak sangat relevan dengankondisi siswa saat ini, dimana siswa dituntut untuk menerima kebebasan dalam belajar, dalam arti, siswa bebas mengemukakan pendapat, pikiran, dan daya imajinasinya sebatas tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
3.      Dari prinsip Ibnu Khaldun yang guru tidak bertindak keras atau kasar terhadap siswa, hal ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, karena sekarang model pembelajarannya bukan lagi “kolonial” yang menghendaki kekerasan dan disiplin yang ketat, seperti pada zaman penjajahan.
4.      Tujuan pendidikan yang dirumuskan Ibnu Khaldun tampaknya sesuai dengan tujuan pendidikan saat ini, dimana menurut Ibnu Khaldun ada tiga tujuan yaitu tujuan peningkatan pemikiran yang sekarang kita kenal dengan aspek kognitif, peningkatan pemasyarakatan yang sekarang kita kenal sebagai aspek psikomotorik, dan peningkatan kerohanian yang sekarang kita kenal sebagai aspek Afektif.
5.      Pengelompokkan Ilmu menurut Ibnu Khaldun juga masih sama dengan pendidikan sekarang ini, yaitu membedakan ilmu menjadi ilmu aqli, ilmu naqli, dan ilmu lisan. Yang ketiganya dipelajari dalam proses pendidikan.



C.    Kesimpulan

Wali ad-Din Abu Zaid ‘AbdurRahman b. Muhammad Ibn Khaldun al-Hadrami al-Ishbili, disingkat Ibnu Khaldun, lahir di Tunisia pada 27 Mei  1332 dan wafat di Kairo pada 17 Maret 1406. Ia hidup di lingkungan keluarga yang sangat mengenal baik ilmu pengetahuan dan kepemimpinan. Inilah yang kemudian mendorongnya untuk menjadi “seseorang” di dalam keluarganya. Ia diberi fasilitas perpustakaan yang dipenuhiberagam buku bacaan.
Hampir sepanjang hidupnya, beliau didedikasikan untuk menekuni ilmu pengetahuan. Tidak sedikit guru-guru yang telah beliau timba ilmunya dan banyak karya yang Ia hasilkan. Beliau juga banyak menyumbangkan pemikirannya tentang pendidikan, baik meliputi Tujuan Pendidikan, Kurikulum Pendidikan dan Klasifikasi Ilmu, Sifat-sifat pendidik, Metode Pembelajaran, serta Prinsip-prinsip dalam proses belajar mengajar. Dalam kondisi pendidikan sekarang ini pemikiran Ibnu Khaldun masih banyak digunakan seperti tentang metode dan prinsip-prinsipnya











Daftar pustaka
Ahmad Syafii Maarif, Ibn Khaldun dalam pandangan penulis barat dan timur, cet-1,Jakarta,Gema Insani Press,1996
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, cet-1,Jakarta,Sinar Grafindo Offset,2009
Said Ismail Ali,Pelopor Pendidikan Islam paling Berpengaruh,cet-1,jakarta,Al-kautsar,2010
 Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam : Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, cet.1,Jakarta, Kencana, 2010
Sugeng Sholehuddin, Teori dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam,Pekalongan,STAIN Pekalongan Press, 2008
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, cet-1,Jogjakarta,Ar-Russ Media,2011
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, cet.1,Malang,UIN-Malang Press, 2009.





[1] . Ahmad Syafii Maarif, Ibn Khaldun dalam pandangan penulis barat dan timur, Gema Insani,jakarta ,1996, hlm.11
[2] . Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam,Sinar Grafindo Offset,jakarta,2009, hlm.46-47
[3] .Said Ismail Ali, Pelopor pendidikan Islam paling berpengaruh,Al-Kautsar,jakarta,2010, hlm.64-65.
[4] .Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam : Dari Masa Klasik Hingga Indonesia   Kontemporer,Kencana,jakarta,2010, hlm. 42.
[5].Sugeng Sholehuddin, Teori dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam,STAIN Pekalongan Press,pekalongan,2008, hlm. 75-76

[6] .Ibid, hal.76
[7] .Ibid,hal.77
[8].Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Ar-Russ Media,jogjakarta,2011, hlm. 103-104

[9].Ibid,hal.105
[10].Ibid,hal.106-108
[11].Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, UIN-Malang Press,malang, 2009, hlm. 249-253
[12]. Susanto, Op Cit, hlm. 47-50

Komentar

Postingan Populer