Metode Berfikir Marhaenisme

METODE BERFIKIR MARHAENISME

Oleh : Robik Jesin

“Barang siapa ingin memahami Marhaenisme, Maka hendaklah memahami Marxisme terlebih dahulu”. (Bukan Hadits).

Tegas Soekarno bahwa, siapapun tidak dapat memahami Marhaenisme, jikalau tidak memahami Marxisme terlebih dahulu.


A.    Marxisme
Karl Marx (1818-1883)
·  Materialisme Dialektik
Dalam menyusun teori mengenai perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik dengan gagasan Filsuf Jerman, yaitu George Hegel (1170-1831), adalah tokoh dari madzhab idealisme. Hegel mengatakan bahwa proses ini dilandasi oleh dua gagasan: pertama, bahwa semua berkembang terus-menerus dan berubah. Kedua, bahwa semua mempunyai hubungan satu sama lain. Misalnya saja suatu konsep A  yang dianggap sebagai kebenaran, pada hakekatnya mengandung unsur-unsur kebenaran, akan tetapi juga unsur-unsur yang tidak benar. Agar supaya manusia dapat menangkap konsep yang lebih mendekati kebenaran yang sempurna, maka konsep A harus dihadapkan dengan konsep B, Konsep B adalah kebalikan dari konsep A. Dari hasil konfrontasi antara konsep A dan B, kemudian timbula konsep C yang dinamakan sintesis dan merupakan hasil dari pergumulan antara tesis (konsep A) dan antitesis (konsep B). Proses inilah yang dinamakan gerak yang berdasarkan hukum dialektik. Oleh karena semua bergerak dan berubah, maka lambat laun sintesis berubah menjadi tesis dan proses dialektis mulai lagi dari permulaan.
Namun Marx menolak asas pokok dari aliran idealisme yang beranggapan bahwa hukum dialektik hanya berlaku pada dunia abstrak, yaitu dalam pikiran manusia. Marx menandaskan bahwa hukum dialektik terjadi dalam dunia kebendaan (dunia materi), sesuai dengan pandangan itu ia menamakan ajaranya Materialisme. Selanjutnya ia berpendapat bahwa setiap benda atau keadaan (Phenomenon) dalam tubuhnya sendiri menimbulkan segi-segi yang berlawanan (opposites). Segi-segi yang berlawanan dan bertentangan satu sama lain dinamakan kontradiksi. Dari pergumulan ini akhirnya timbul semacam keseimbangan; dikatakan bahwa benda atau keadaan telah di negasi-kan.
Sesuai dengan hukum dialektik, gerak ini terus terjadi sehingga setiap kali ditimbulkan suatu negasi yang lebih baru. Setiap negasi dianggap sebagai kemenangan yang baru atas yang lama, suatu kemenangan yang dihasilkan oleh kontadiksi-kontradiksi dalam tubuhnya sendiri. Jadi, setiap objek dan phenomenon melahirkan benih-benih untuk penghancuran diri sendiri untuk selanjutnya diubah menjadi sesuatu yang lebih tinggi mutunya. Negasi dianggap sebagai penghancuran dari yang lama, sebagai hasil dari perkembangan sendiri yang diakibatkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern. Jadi, setiap phenomenon bergerak dari taraf yang rendah ke taraf yang lebih tinggi, bergerak dari keadaan yang sederhana ke arah yang lebih kompleks. Gerak ini terjadi dengan melompat-lompat melalui gerak spriral ke atas dan tidak melalui gerak lurus ke atas. Dengan tercapainya negasi yang tertinggi maka selesailah perkembangan dialektis.











·  Materialisme Historis
Pokok-pokok materialisme dialektis dipakai oleh Marx untuk menganalisa masyarakat dari permulaan zaman sampai masyarakat pada zaman Marx berada. Maka dari itu, teori ini disebut materialisme historikal (historical materialism). Dan karena materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori Marx juga sering disebut “analisa ekonomis terhadap sejarah” (economic interpretation of history).
Dalam menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah (yang dimaksud hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau berkembang menurut hukum-hukum dialektis (yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu gerak spiral ke atas) sampai menjadi masyarakat dimana Marx berada.
Menurut Marx perkembangan dialektis terjadi lebih dahulu dalam struktur bawah (atau basis) dari masyarakat, yang kemudian menggerakan “struktur atasnya”. Basis dari masyarakat bersifat ekonomis dan terdiri atas dua aspek, yaitu cara berproduksi (misalnya teknik dan alat-alat) dan hubungan ekonomi (misalnya system hak milik, pertukaran dan distribusi barang). Diatas basis ekonomi berkembanglah struktur atas yang terdiri dari kebudayaan, ilmu pengetahuan, konsep-konsep hukum, kesenian, agama, dan yang dinamakan ideologi. Perubahan sosial politik dalam masyarakat disebabkan oleh perubahan dalam basis ekonomi yakni pertentangan atau kontradiksi dalam kepentingan-kepentingan terhadap tenaga-tenaga produktif, sedangkan lokomotif dari perkembangan masyarakat adalah pertentangan antara kelas sosial.
Berdasarkan hukum dialetika, masyarakat telah berkembang menjadi masyarakat kapitalis di mana Marx berada. Gerak dialektis ini mulai pada saat komune primitive berkembang dari suatu masyarakat yang tidak mengenal milik pribadi dan tidak mengenal kelas menjadi masyarakat yang mulai mengenal milik pribadi serta pembagian kerja, dan karena itu mengenal juga pembagian dalam kelas-kelas sosial. Jadi, masyarakat yang semula bersifat komune primitive pada suatu ketika menjadi masyarakat berkelas dan pada saat itulah gerak dialektis mulai. Gerak ini disebabkan oleh pertentangan antara dua kelas utama di dalam masyarakat. Dalam masyarakat berkelas pertama, yaitu masyarakat budak, terjadi pertentangan antara kelas pemilik budak. Masyarakat budak secara dialektis berubah menjadi masyarakat feudal yang pada gilirannya pula terdorong oleh pertentangan antara kelas pemilik tanah dan kelas penggarap tanah – pertentangan yang dimenangkan oleh borjuasi berubah menjadi masyarakat kapitalis. Menurut teori sosial ini, maka masyarakat kapitalis, terdorong oleh pertentangan antara kaum kapitalis dan kaum proletar, akan berubah sebagai gerak dialektis terakhir menjadi masyarakat komunis.
Perkembangan ini menurut Marx adalah tidak terelakkan, karena sudah merupakan hukum sosial. Dalam usaha mencapai masyarakat komunis, kaum proletar akan memainkan peranan penting, mereka merebut kekuasaan dari tangan kapitalis, mengambil alih segala alat produksi dan melalui tahap transisi yang dinamakan dictator proletariat akhirnya akan tercapailah masyarakat komunis. Mengenai dictator proletariat dikatakan oleh Marx:

Antara masyarakat kapitalis dan masyarakat komunis terdapat suatu masa peralihan dimana terjadi transformasi secara revolusioner dari masyarakat kapitalis menjadi masyarakat komunis. Ini sesuai dengan adanya masyarakat peralihan politik dimana Negara merupakan, tidak lain dan tidak bukan, dictator revolusioner dari kaum proletar”.

Menurut Marx, pertarungan antara kaum kapitalis dan proletar adalah merupakan pertentangan kelas yang terakhir dan dengan demikian akan berakhirlah gerak dialektis.
Masyarakat komunis yang dicita-citakan oleh Marx merupakan masyarakat dimana tidak ada kelas sosial (Classless society), diamana manusia dibebaskan dari keteriakatanya kepada milik pribadi, dan dimana tidak ada eksploitasi, penindasan dan paksaan. Akan tetapi, merupakan hal yang aneh bahwa untuk mencapai masyarakat yang bebas dari paksaan itu perlu melalui jalan paksaan dan kekerasan, yaitu dengan perebutan kekuasaan oleh kaum buruh dari tangan kaum kapitalis. Dikatakan Marx “Kekerasan adalah bidan dari setiap masyarakat lama yang seadng hamil tua dengan masyarakat baru”.


B.    Marhaenisme
Soekarno (1901-1970)
Bagi Soekarno, Ideologi Marhaenisme adalah ideologi perjuangan bagi golongan masyarakat yang dimiskinkan oleh sistem kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Visi dari pada Marhenisme sendiri ialah, terwujudnya masyarakat marhenistis, masyarakat yang adil, makmur dan beradab berdasarkan kesederajatan dan kebersamaan yang dilandasi semangat persatuan dan kesatuan, bebas dari segala bentuk penindasan dan keterkukungan (hegemoni), suatu masyarakat adil dan makmur material dan spiritual.
Marhaenisme bukanlah merupakan hasil revisi ataupun hasil damai antara kiri dan kanan, melainkan sebuah ideologi yang berpijak pada nilai-nilainya sendiri. Inti Marhaenisme adalah untuk mengganti kapitalisme dangan segala metamorfosanya dan marhaenisme adalah ideologi kiri yang merupakan antitesa kapitalisme dan bukan ideologi kanan, apalagi jalan ketiga, artinya Jika kaum buruh dan para petani kecil serta rakyat indonesia yang miskin akibat tekanan dari pada sistem yang mengukungnya, kemudian mereka berhasil keluar dari penindasan dan kukungan serta mampu menghapus sistem kolonialisme atau imperialisme, hal ini merupakan semangat dari perjuangan rakyat melawan sistem yang menindas.
Marhaenisme adalah sebuah ideologi ajaran Bung Karno. Di dalam Marhaenisme terkandung pemikiran yang konsisten, suatu ideologi yang membela rakyat dari penindasan serta pemerasan oleh kapitalisme, kolonialisme/imperialisme dan juga feodalisme, dalam rangka membangun masyarakat yang adil-makmur dan beradab, serta bebas dari segala penindasan dan pemerasan, baik oleh bangsa atas bangsa maupun manusia atas manusia.
Menurut Soekarno, Marhaenisme adalah marxisme yang diterapkan di Indonesia, akan tetapi sebagaimana kita ketahui, Sukarno menyesuaikan teori marxis, sehingga cocok untuk diterapkan di indonesia.

Pengaruh Teori Marxis
Dialektika adalah metode berpikir dalam gerakan. Di dalam dialektika terdapat Tesis, Antitesis, Sintesis, sebagai rumusan dalam metodologisnya. Sedangkan materialisme historis adalah hukum-hukum perkembangan dalam masyarakat. Artinya materialisme historis menanyakan sebab-sebab pikiran dalam masyarakat berubah. Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam teori Marhaenisme terdapat dua elemen yang saling berhadapan dalam konteks sejarah perkembangan masyarakat Indonesia di masa feodalisme, kapitalisme - imperialisme, yakni : Elemen establishment adalah elemen yang  menguasai tesis dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai kelangsungan tesis (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen yang berada pada struktur antitesis. Apabila tesis pertama telah gugur karena munculnya antitesis, maka keadaan baru atau sintesis akan dikuasai oleh elemen perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus sampai tercipta tesis terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan yang terakhir dan sempurna.

Marxisme Sebagai Pisau Analisis
Bagi Soekarno, kondisi ekonomi politik bangsa Indonesia berbeda dengan kondisi ekonomi politik di Eropa dimana Marx mengeluarkan tesis-tesisnya. Salah satu yang menjadi pembedanya adalah bahwa masyarakat Indonesia pada saat itu belumlah mencapai tahap perkembangan kapitalisme sebagaimana terjadi di Eropa. Perkembangan kapitalisme Eropa menyebabkan masyarakat terbagi dalam dua kelas yang saling berkontradiksi, borjuis sebagai pemilik faktor produksi dan proletar yang hanya mampu memberikan tenaga kerjanya kepada borjuis sebagai sarana penyambung hidup.
Kapitalisme di Indonesia, yang di bawah penjajah Belanda memiliki corak yang berbeda, bahwa borjuasi yang dalam tradisi Eropa berkontradiksi dengan kaum feodal, tetapi dalam konteks Indonesia para borjuasi ini malah berselingkuh dengan kaum feodal dengan satu tujuan, yaitu mengeruk kekayaan alam sebanyak-banyaknya. Hal ini mejadikan struktur masyarakat bukan terbagi dalam dua kelas saja sebagaimana tradisi marxisme klasik, namun juga banyak kelas yang juga dirugikan oleh sistem ekonomi politik kapitalisme-imperialisme.
Meneurut Soekarno, proletar adalah buruh yang menjual tanaganya, dengan tidak memiliki alat produksi. Sementara jutaan rakyat indonesia pada saat itu bukanlah buruh dan tidak menjual tenaganya kepada orang lain. Banyak rakyat indonesia yang bekerja dengan alat-alat produksinya sendiri, seperti kaum tani, pedagang kecil, nelayan, dsb. Oleh karena itulah Soekarno mengitegrasikan masa-rakyat indonesia yang merlarat ke dalam Marhaen bukan Proletar, karena proletar sendiri telah masuk kedalam Marhaen.
Dengan dasar itulah Soekarno ‘meneysuaikan’ teori Marxisme yang dia gunakan sebagai pisau analisis dalam melihat keadaan bangsa indonesia. Berangkat dari situlah, azas perjuangan bagi kaum Marhaen, sebab lebih sesuai dengan keadaan bangsa indonesia.

Marhaen yang merupakan asal-usul dicetuskanya ideologi Marhaenisme, menurut Soekarno adalah golongan masyarakat miskin yang terdiri dari tiga unsur:

1.     Kaum Proletar atau kaum buruh
2.     Kaum Tani melarat Indonesia, dan
3.     Masyarakat indonesia yang melarat lainya

Bung Karno melihat bahwa bangsa Indonesia (Marhaen) menderita karena suatu sistem. Sebetulnya ia penuh potensi dan bukan kaum yang malas.
Soekarno menganggap bahwa sistem kapitalisme dan imperialisme serta kolonialisme adalah sebagai sumber mala petaka penyebab kemiskinan masyarakat indonesia. Beliau menunjukan sikap kebencianya terhadap sistem tersebut melalui petikan pidatonya yang sekaligus mensyaratkan perlunya kerjasama dengan kaum tertindas dalam merubah sistem kapitalisme yang ekploitatif.

“....Kita semua harus berjuang di tengah-tengah rakyat marhaen, membulatkan seluruh kekuatan marhaen, dan bersama-sama dengan kaum marhaen itu terus berjuang melawan kapitalisme, imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme dimanapun ia masih bercokol dan berada”.

Kaum yang mengorganisir berjuta-juta kaum marhaen dan bersama-sama dengan tenaga masa marhaen yang hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme, disebut sebagai Marhaenis. Bersama dengan kaum marhaen, Marhaenis membanting tulang, berjuang untuk membangun negara dan masyarakat yang kuat, bahagia-sentosa, serta adil-makmur.
Perjuangan kaum marhaenis dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta beradab, sebagaimana yang dicita-citakan, memerlukan sauatu strategi dan cara yang disebut azas perjuangan :
Sosio Nasionalisme
Penggalian atas sosio nasionalisme, berangkat dari masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk. Maka gagasan ini ialah menggali spirit semangat rasa rasa persatuan gotong-royong guna mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya, ialah masyarakat yang bebas dari belenggu ras, suku, budaya, dan sebagainya, karena bagaimanapun juga, rasa kesatuan ialah prasyarat/modal kekuatan untuk melawan kolonialisme dan imperialism.
 Sosio Nasionalisme bertujuan memperbaiki keadaan di dalam masyarakat, sehingga tidak ada kaum yang tertindas oleh sistem dan tidak ada kaum yang sengsara. Sosio nasionalisme bertujuan untuk kebebasan politik dan kesejateraan ekonomi. Sosio nasionalisme bukan nasionalisme yang hanya berorientasi pada internasionalisme minded, tanpa memperhatikan harga diri dan identitas nasional. Bagi marhaenisme, internasionalisme harus disertai nasionalisme atau patriotisme.

Sosio Demokrasi
Sosio demokrasi meliputi demokras politik dan demokrasi ekonomi. Bung Karno menegaskan bahwa, keberesan demokrasi bangsa, ialah keberesan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Bilamana dari kedua elemen demokrasi tersebut tidak utuh, maka demokrasi akan pincang. Maka secara otomatis tidak terlaksanya suatu tujuan demokrasi.
Sosio demokrasi lahir atas dasar sosio nsionalisme, tidak berwatak liberalism yang menjurus kepada  free fight competition dan bertentangan dengan marhaenisme yang sosialistis. Demokrasi politik dan demokrasi ekonomi sejajar dengan marhaenisme. Maehaenisme melahirkan sosio nasionalisme menjadi nasionalisme, perikemanusiaan. Sosio demokrasi menjadi demokrasi, keadilan politik dan keadilan sosial.




Proses  perubahan dalam Dialektika dan materialisme Historis
SINTESIS/
TESIS BARU

Sosialisme


        III
ANTITESIS

Perubahan


                      II
SINTESIS/
TESIS BARU

Kapitalisme
ANTITESIS

Perubahan


                 I
TESIS

Feodalisme
Melihat proses tersebut kita dihadapkan pada pilihan untuk menilai dimanakah fase perkembangan masyarakat yang ada. Apabila kesimpulan kita bahwa masyarakat sosialisme Indonesia (III) belum tercapai maka berarti proses perubahan masih akan terjadi. Dalam hal ini setiap Marhaenis berpihak pada elemen perubahan yang menuju kepada perbaikan nasib kaum Marhaen/rakyat.



Merdeka..GmnI Jaya..Marhaen Menang..!!!

Komentar

Postingan Populer