Sejarah Logika
Dr.Khalimi,
Ma. (LOGIKA: Teori dan Aplikasi)
Penulis: Dr. Khalimi, MA.
Editor: Saiful Ibad, MA.
Layout & Tataletak: Yusuf
Soepriatna
Desain Cover: Kultur@
Cetakan: Pertama, Juli 2011
Sejarah Logika
perkembangan
ilmu logika tidak terlepas dari perjalanan filsafat yunani dan tranformasinya
ke dalam pemikiran dalam kegiatan berfikir ilmiah. Pada mulanya kegiatan
berfikir muncul berbarengan dengan adanya manusia pertama. manusia diberikan
potensi berfikir mengenai dirinya dan segala sesuatu yang berada diluar
dirinya. namun mengenai berfikir sistematis (dalam pengertian secara logika)
para penulis logika menyatakan bahwa secara konsepsional dan sistematis
kegiatan berfikir dan kemudian melahirkan tatah cara berfikir yang dituangkan
dalam suatu disiplin ilmu yang disebut ilmu logika, baru terjadi kira-kira 470
SM. yang dirintis oleh kelompok sofisme, kelompok inilah yang mencoba
mengangkat persoalan kemasyarakatan,Agama dan akhlak dengan pendekatan akal;
benar,salah baik dan buruk sesuatu di ukur dengan timbangan akal mereka.
sayangnya kajian berfikir mereka kerapkali mengarah pada kesesatan berfikir,
karena belum ada norma berfikir yang baku yang menuntun mereka kea rah berfikir
yang benar dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.
pernyataan mereka keliatanya benar,
namun membuat penyesatan-penyesatan pemikiran,nilai dan moral. berikut
pernyataan-pernyataan mereka :
Kebaikan adalah apa yang anda pandang baik
keburukan adalah apa yang anda pandang buruk
apa yang diyakini benar oleh seseorang, itulah yang benar
buat dia
apa yag diyakini salah leh seseorang, itulah yang salah buat
dia.
Karena memperhatikan kenyataan
kelompok Sofisme tersebut, muncullah
Thales (624 SM-548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng,
takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk
memecahkan rahasia alam semesta. Dan dimulai dari Thales inilah rumusan ilmu
logika akhirnya tercipta.
Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe(Yunani) yang
berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Karena itu ia juga mengatakan
bahwa bumi ini terapung di atas air. Saat itu Thales telah mengenalkan logika
induktif.
Pernyataan ini tentu saja menolak
kepercayaan mayoritas orang Yunani yang mengatakan bahwa asal segala sesuatu
adalah dari dewa-dewa. Pun demikian, pendapat Thales ini mendapatkan reaksi
keras dari Anaximander yang berkesimpulan bahwa hanya ada satu asal segala
sesuatu yaitu Yang Tak Terbatas, yang ia sebut
to operion.
Aximander menyatakan bahwa yang menyusun segala sesuatu bukanlah
air karena, jika air adalah asas pertama yang menyusun semesta,maka air harus
terdapat di mana-mana, harus meresapi segala sesuatu termasuk api dan
benda-benda kering. Air begitu terbatas untuk berada di mana-mana. Air dibatasi
oleh lawannya,yaitu api. Air dan apa pun yang terbatas tidak bisa dikatakan
menjadi penyusun segala sesuatu.
Teori Aximander itu mengatakan bahwa
terciptanya alam semesta berawal dari chaos(kekacauan), yaitu pada saat terjadi
proses perpisahan dari “yang tak terbatas” dengan “yang terbatas.” Dari yang
tak terbatas terlepaslah unsur-unsur yang selalu berlawanan, yaitu
panas-dingin, kering-basah. Kemudian terciptalah hukum keseimbangan, yaitu
suatu hukum yang membuat kedua tetap berpasangan dalam keberlawanan, yang panas
melingkupi yang dingin; keduanya
menggumpal menjadi sejenis bola. Karena panas melingkupi dingin itu mengakibatkan air
terlepas menjadi kabut udara. Udara menekan “bola” itu hingga meletus,
letusannya menghasilkan lingkaran-lingkaran yang masing-masing memiliki satu
pusat. Tiap lingkaran terdiri dari api yang dibalut udara, tiaplingkaran
memiliki satu lubang yang menjadikan api di dalamnya tampak sebagai bumi,
bulan, matahari dan planet-planet (bintang-bintang)
Diketahui bahwa jawaban air yang
diberikan oleh Thales terhadap pertanyaan asal segala sesuatu adalah
berdasarkan pengamatan dan
logika geometri. Sedangkan Aximander, mengarahkan cara
menjawabnnya dengan menggunakan pikiran. Kemudian pendapat keduanya diperbaharui
oleh Heraklitos (504 SM).
Heraklitos adalah orang yang pertama
secara tegas memperbincangkan Tuhan. Tuhan yang dimaksud Heraklitos adalah
Logos(akal). Logos adalah sesuatu yang mencakup seluruh dunia seperti siang dan
malam, musim salju dan musim panas, perang dan damai, kelaparan dan kemakmuran.
Ia menyatakan bahwa kita hidup di antara keragaman dan perubahan-perubahan.
Asal materi adalah sejenis api yang bersinar dan meredup, menyala-nyala dan
padam yang tunduk pada hukum, bukanlah air. Tuhan atau logos universal
ini menurutnya merupakan sesuatu yang ada dalam diri kita
manusia
dan sesuatu yang menjadi penuntun setiap orang.
Ada tiga gagasan Heraklitos yang akhirnya memengaruhi Plato:
1) Segala sesuatu terus berubah seperti
aliran sungai.Ia bilang kita tidak bisa masuk dua kali ke dalam air aliran
sugai
2) Hanya ada satu yang benar-benar
nyata, yaitu logos. Logos digambarkan dengan “api” alamiah yang terus
menerusmenggerakkan perubahan. Logoslah yang menjadi sebab perubahan terus
menerus, dan yang mengatus serta menyatukan perubahan (keanekaan) tersebut.
Oleh karena itu, logos dianggap sebagai sumber pengetahuan. Melalui logos
segala perubahan bisa diketahui maknanya.
3) Kesatuan dibentuk dari pluralitas
dan pluralitas muncul dari kesatuan.
Plato dengan caranya sendiri berusaha untuk mensintesakan
kedua tokoh di atas dengan carayang lebih sistematis. Bagi Plato:
-Realita itu memiliki dua kenyataan ada yang berubah(seperti
pemikiran Heraklitos) dan ada yang tetap (seperti pemikiran Parmeneides)
-Yang berubah tertangkap oleh indrawi, sedangkan yang tetap
tertangkap oleh pikiran (Noetic, logos).
-Logos menjadi sebab, pengatus, dan pemersatu segala
perubahan. Oleh karena itu logos menjadi asal yang harus dicari dari perubahan
yang nampak.
Teori Tauhid plato :
Ada
|
Penampakan
|
·
Pure Good (Yang tetap, baik dan sempurna)
|
·
Alam yang berubah,baik, buruk sempurna dan tidak sempurna
|
·
Asal dari yang nampak
|
·
Memiliki jejak menuju yang tetap
|
·
berada dibalik dunia ini
|
·
Mang tampak didunia ini
|
·
Dipahami oleh logos
|
·
Diserap oleh indra
|
Teori Akhlak Plato
Jiwa berasal dari dunia idea yang terbentuk dari perbuatan
yang bersifat kekal tidak mati, jiwa memiliki tiga bagian:
1. Akal, yang mencita-citakan kebijaksanaan
2. Kehendak, yang mencita-citakan keberanian,dan
3. Keinginan atau hawa nafsu (keinginan rendah) yang
mencita-citakan menguasai dan menikmati dunia materi yang membuat manusia
bertindak seperti binatang bila tidak dikendalikan sehingga kesopanan dapat
ditegakkan.
Plato percaya, jika ketiga bagian
jiwa tersebut dapat dijalankan sesuai dengan kecenderungan akal, kita dapat
menjadi individu yang berbudi luhur.
Diketahui bahwa sebenarnya sejak Thales, sang filsuf itu
mengenalkan pernyataannya, maka pada saat itulah logika telah mulai
dikembangkan.
Di susul kemudian oleh Socrates dan
muridnya, Plato serta Artistoteles. Mereka mulai merintis tata aturan berpikir
benar dalam bentuk kaidah-kaidah berpikir. Kaidah-kaidah inilah yang kemudian
mewujud dalam suatu disiplin ilmu yang disebut Logika.
Dengan demikian, hingga pada akhirnya para peneliti sejarah
pemikiran manusia menjuluki Aristoteles-lah sebagai peletak dasar bangunan Ilmu
Logika. Karena itu ia disebut sebaga guru utama logika.
Aristoteles kemudian mengenalkan
logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles
mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta
dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang
menurut
Aristoteles disimpulkan dari:
- Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan
mati)
- Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
- Air jugalah uap
- Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air
adalah arkhe alam semesta.
Aritstoteles (384-322) berusaha mengalahkan mereka (kaum
Sofisme) secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan logis yang briliyan.
Pernyataan-pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya.
Keberhasilannya menyusun teknik berfikir sistematis yang benar sekaligus
hukum-hukumnya, telah mengangkatnya menjadi Guru Pertama logika di dunia sampai
ke masa kini. Julukan itu memang menyusun teknik berfikir benar dengan
kesimpulan yang benar seperti yang
dihasilkannya itu. Dengan kata lain, keberhasi lannya itu murni dari upaya
pemikirannya sendiri.
Pada masa Aristoteles logika masih
disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang
berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti
argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.
Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.
Karya
aristoteles pada masanya dan sesudahnya sangat dikagumi, sehingga ilmu logika
dipelajari di setiap perguruan. Plato (427-347 SM), murid Aristoteles, hanya
menambahnya sedikit. Immanuel Kant (1724-1804 SM), pemikir terbesar bangsa
Jerman, menyatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles itu tidak bisa
ditambah lagi walau sedikit karena sudah cukup sempurna.
Sayangnya,
Konsili Nicae (325 M), dengan alasan yang menurutmereka masuk akal, menyatakan
menutup pusat-pusat pelajaran filsafat Grik di Athena (Yunani), Antiokia dan
Roma. Pelajaran logika juga dilarang kecuali bab-bab tertentu saja yang dipandang
tidak merusak akidah Kristiani. Hal ini merupakan pukulan mematikan bagi
Filsafat Yunani dan, sekaligus, logika. Sejak masa itu sampai hampir seribu
tahun lamanya, alam pemikiran di Barat menjadi padam sehingga dikenal dengan
Zaman The Dark Ages (zaman gelap).
Berbeda
dengan Kristen yang memasung filsafat dan logika, Islam justru menyambutnya
dengan penuh gegap gempita. Dalam perkembangan selanjutnya, logika Aristo
ditransfer ke dunia Islam
melalui
kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa Arab pada zaman Daulah Abbasiyah (153-656
H./750-1258 M.). Upaya penerjemahan itu antara lain dilakukan oleh Abdullah bin
Mughafa sekretaris AbuJa’far al-Manshur– dan Muhammad bin Abdullah Mughafa,
sehingga ada satu masa dalam sejarah Islam yang dijuluki Abad Terjemahan.
Logika, karya Aristoteles, juga diterjemahkan dan diberi nama ’Ilmu al-Mantiq.
Setelah itu, disusul oleh ulama dan
cendekiwam muslim yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang
ilmu logika seperti Ya’qub bin Ishaq Al-Kindi, Abu Nashr Al-Farabi, Ibnu Sina,
Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi, dan banyak lagi yang lain.
Al-Farabi, pada zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya, malah dijuluki
dengan Guru Kedua Logika. Tokoh-tokoh ilmuwan lainnya yang sangat terkenal di
bidang logika adalah Abu Ali Al-Haitsam, Abu AbdullhAl-Khawarizmi, Al-Tibrizi,
Ibn Bajah, Al-Asmawi, Al Samarqandi yang tidak hanya terkenal di belahan timur
tetapi juga dibelahan barat.
Buku
Logika Ibn Sina diterjemahkan mereka ke dalam bahasa Latin di penghujung abad
ke-12. Terjemahan yang lebih lengkap adalah dari karya logika Ibn Rusyd di awal
abad ke-14. Terjemahan inilah yang disebarkan di Paris (Perancis) dan Oxford
(Inggris). Setelah itu, logika hidup kembali dengan subur di Eropa, Amerika dan
negara-negara lainnya. Setidaknya, penghidupan kembali logika ini pada abad 9
hingga abad 15, yang ditandai dengan buku-buku Aristoteles seperti
De
Interpretatione, Eisagogeoleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan...
Komentar
Posting Komentar