Hermeneutika F. Schleiermacer


Makalah Hermeneutika
F. Schleiermacer





Disusun oleh :
Robik Jesin
 (1414331009)
JURUSAN AKIDAH FILSAFAT ISLAM
SEMESTER VI (ENAM)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) SYEKHNURJATI
CIREBON
2017




A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kehadiran hermeneutik tidak lepas dari pertumbuhan dan kemajuan pemikiran tentang bahasa dalam wacana filsafat dan keilmuan lainnya. Pada awalnya hermeneutik banyak dipakai oleh mereka yang berhubungan erat dalam kitab suci injil dalam menafsirkan kehendak Tuhan kepada manusia, model ini dikenal dengan Ilmu Tafsir Kitab Suci. Namun, hermeneutik tidak mutlak hanya milik kaum penafsir kitab suci saja, ia berkembang pesat dalam berbagai disiplin ilmu yang luas. Bentuk hermeneutik dalam suatu kajian mulai berkembang pada abad ke-17 dan ke-18 M.
Kajian hermeneutik sebagai suatu bidang keilmuan mulai marak pada abad ke-20. Diskursus kajian hermeneutik semakin berkembang, ia tidak hanya mencakup pada bidang kajian kitab suci (teks keagamaan) dan teks-teks klasik belaka, melainkan telah berkembang jauh pada ilmu-ilmu lain. Adapun ilmu-ilmu yang berkaitan erat dengan hermeneutik adalah sejarah, hukum. Filsafat, kesusasteraan dan lain sebagainya, yang tercakup dalam ilmu pengetahuan tentang kemanusiaan.
Problematika mendasar dalam mengkaji hermeneutik adalah problem penafsiran teks, baik teks historis maupun teks keagamaan. Oleh karena itu, persoalan-persoalan yang akan dicoba untuk diselesaikan adalah berbagai persoalan seputar teks dalam kaitannya dengan tradisi, di satu sisi, dan dengan pengarang di sisi lain. Yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana agar problem tersebut tidak mengacaukan relasi antara penafsir dengan teks. Relasi antara penafsir dengan teks ini adalah masalah serius dan merupakan pijakan awal bagi para filosof hermeneutik.
Dalam pembahasan mengenai Hermeneutik, maka tidak lepas dengan salah satu tokoh yang dijuluki sebagai bapak hermeneutik Modern, yaitu F. Schlaimacer, ia adalah tokoh yang wajib menjadi referensi bagi setia orang yang mau belajar Hermeneutika.

2. Rumusan Masalah
a. Apa Makna dan Pengertian Hermenetik?
b. Bagaiamana Biografi dan Pemikiran Schlaimarcer?

3. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui makna dan pengertian Hermeneutik
b.untuk mrngrtahui biografi dan pemikiran schlaimarcer

















B. Pembahasan
1. Makna dan pengertian Hermeneutika
        Hermenautika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau filsafat tentang interpretasi makna. Kata hermeneutika itu sendiri berasal dari kata kerja Yunani Hermeneuien ,yang memiliki arti menafsirkan, menginterpretasikan atau menerjemahkan.
Jika kata Hermeneutika dirunut, maka kata tersebut merupakan derivasi dari kata Hermes (seorang dewa dari mitologi yunani yang bertugas menyampaikan pesan dari sang dewa kepada manusia). Menurut versi lain dikatakan bahwa Hermes adalah seorang utusan yang memiliki tugas menyampaikan pesan Yupiter kepada manusia. Tugas utama Hermes-yang digambarkan memiliki ciri-ciri kaki bersayap dan lebih dikenal dengan sebutan Mercurius- adalah menerjemahkan pesan-pesan dari gunung Olympus ke dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia. Oleh karenanya, Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menerjemahkan sebuah pesan ke dalam pendengarnya. Sejak saat itulah Hermes menjadi simbol seorang duta yang dibebani dengan misi tertentu.
Secara teologis, peran Hermes ini bisa dinisbatkan sebagaimana peran utusan Tuhan. Sayyed Housein memilki Hipotesis bahwa Hermes tersebut tidak lain adalah Nabi Idris As. ,yang disebut dalam Al-Qur’an dan dikenal sebagai manusia pertama yang mengetahui tulisan, teknologi tenun, kedokteran, astrologi dan lain-lain. Menurut riwayat yang beredar dillingkungan pesantren, Nabi Idris adalah orang yang ahli dibidang pertenunan (tukang tenun/memintal).
Bagi nabi Idris atau Hermes, persoalan kursial adalah bagaimana menafsirkan pesan Tuhan yang berbicara bahasa “Langit” dapat dimengerti atau dipahami oleh manusia yang berbahasa “Bumi”. Dari sini makna metaforis dari tukang tenun/ memintal muncul, yaitu memintal atau merangkai kata Tuhan agar dapat ditanagkap dan mudah dipahami oleh manusia.

2. Biografi Schleimarcer
            Filsuf yang sekaligus Teolog Jerman ini, memiliki nama lengkap adalah Friedrich Ernst Schleimarcer, ia lahir pada tanggal 21 November tahun 1768 di Breslau, Silesia, Jerman. Ia berasal dari keluarga yang taat beragama Protestan dan ayahnya adalah seorang pendeta. 
Schleimacer menempuh pendidikan di institusi-institusi morovian brethen, sebuah sekte militan dalam agama kristen, namun ia sendiri sangat tertarik dalam humanisme. Karena ia skeptik terhadap beberapa doktrin kristiani di lembaga-lembaga tersebut, pada tahun1787, ia memutuskan pindah ke University of Halle yang dipandangnya lebih liberal, namun di Universyti of Halle ia tetap menggeluti teologi, di samping ia juga menggeluti filsafat dan filologi klasik sebagai minor flied.
Dia lulus ujian dalam bidang teologi kristen pada tahun 1790, lalu bertugas sebagai pengajar atau tutor swasta (privat tutor) sampai tahun 1793. Konon ia diberhentikan mangajar karena ia mendukung Frenc Revolution (revolusi prancis), sementara emploernya menolak revolusi terebut.
Pada rentang waktu antara 1790-1793, selain ia sibuk mengajar, sechlaimacer juga mempelajari dan mengkritis pemikiran-pemikiran besar, seperti Imanuel Kant dan Spinoza, al hasil ia mampu melahirkan karya-karya, seperti On What Gives Values to Life, adalah karya yang mengkrik tentang pemikiran Imanuel kant, dan Spinozism serta Brief Presentation of Spinozist system,  adalah sebuah karya yang berisi tentang pembelaan terhadap pemikiran Spinoza.
Sekitar pada tahun 1794-1795, Schleimacer beraktivitas sebagai pastor di Landsberg dan pada tahun 1796, ia pinda ke Berlin untuk bekerja di sebuah rumah sakit. Di kota inilah ia bertemu dengan beberapa pemikir yang beraliran romantisme seperti Friedrich dan August Wilhelm Schlegel. Bersama mereka dia terlibat dalam gerakan romantisme dan menerbitkan jurnal Athenaeun. Meski hanya terbit sebentar, yakni tahun 1798-1800. Pada tahun 1799 ia menerbitkan karya yang sangat penting dan radikal dalam bidang filsafat agama yakni On Religion : Speeches to its Cultured Despires. Aliran romantisme (atau aliran Obyektivis) inilah yang kemudian mempengaruhi pemikiran-pemikiran Hermeneutikanya.
Pada tahun 1810 di angkat sebagai Profesor teologi di University of Berlyn, dan pada tahun 1811 ia menjadi anggota bagi Berlyn Academy of Science. Sejak saat itulah dia banyaka memberikan perkuliahan dalam bidang teologi dan filsafat serta menerbitkan lebih banyak penegembangan pemikiran dalma bidang filsafat bahasa, teologi dan hermeneutik. Dan pada tahun 1834, ia akhirnya meninggal dunia.  





3. Pemikiran F. Schleimacer
            Konsep-Konsep penting tentang de-regionalisasi pertama-tama dikemukakan F.Schleimacer. Tujuan utamanya adalah mengestrak suatu persoalan umum dari aktivitas interpretasi yang berkembang, yaitu interpretasi atas teks-teks klasik, utmanya teks Yunani-latin, dan tafsir atas kitab suci. Dia ingin menggagas bagaimana agar interpretasi filologi dan interpretasi biblikal mencapai tingkat seni tafsir, semacam “teknologi”, yang bukan sekedar kumpulan tata cara dan kaidah yang tidak saling berkaitan.
Agaknya, spirit yang melatari upayah schleimacer ini sejalan dengan upayah Kant dalam Critique of Pure Reason yang menganggap cara dan kapasitas mengetahui mesti dipertanyakan dulu sebelum hakikat segala sesuatu dihadapi dan diselidiki secara metafisis. Bagi Schleimacer pun begitu, bukan apa dan benar-tidaknya interpretasi atas sesuatu yang lebih dahulu harus dipersoalkan, akan tetapi bagaimana cara dan kemampuan serta hakikat interpretasi itu sendiri.
Seni tafsir tadi terlembaga pada apa yang dia sebut seni menghindari kesalapahaman. Bagi Schleimacer, kesalapahamanlah yang jadi syarat kemungkinan adanya pemahaman. Dan karena itu, interpretasi menjadi mungkin jika kesalapahaman memang tidak mustahi terjadi. Berhadapan dengan soal kesalahpahaman ini, Schleimacer membagi cara kerja hermeneutik menjadi 2 (dua) : Hermeneutika longgar, dimana diandaikan dalam tindak menafsir pemahaman muncul secara otomatis; dan Hermeneutika ketat, dimana diandaikan yang akan muncul secara otomatis adalah kesalapahaman. Inilah temuan schleimacer, karena dari sini kesalahpahaman tidak dipandang sebagai faktor x yang kebetulan bisa terjadi, tapi sebagai bagian integral dari kemungkinan interpretasi itu sendiri, dan oleh karena itu harus ‘diawasi’ dan disingkirkan.
Bagi schleimacer, tugas Hermeneutik adalah mengisolasi proses pemahaman, sehingga muncul metode hermeneutik yang independen. Dengan begini dia menceraikan diri dari hermeneutik yang sebelumnya hanya terpaku pada persoalan bahasa asing atau teks-teks tertulis (kitab suci atau buku-buku klasik). Interpretasi seperti ini yang ia sebut sebagai interpretasi objektif, mengincar “bahasa umum” sembari tidak mengindahkan pengarang. Ketika makna sebuah kata sudah ditemukan, terlepas apakah memang begitu yang dimaksud pengarang atau tidak, maka interpretasi objektif sudah dikatakan berhasil, namun interpretasi ini juga dikatakan ‘negatif’, karena ia menentukan batas pemahaman itu sendiri, sebab elemen kritisnya hanya diarahkan pada makna kata. Tawaran schleimacer adalah interpretasi teknis, artinya yang meski diincar ooleh interpretasi adalah subjektivitas dari orang yang bicara atau si pengarang, sedangkan bahasa yang dia pakai dapat diabaikan. Tugas utama hermeneutika adalah menuntaskan interpretasi yang terakhir ini.
Schleimacer, disamping ia menekankan pentingnya interpretasi garamatikal yang dia adopsi dari filologi, juga menekankan interpretasi teknis, yang kemudian istilahnya ditukar menjadi interpretasi psikologis. Interpretasi psikologis ini adalah upaya menempatkan ‘kepala’ kita ke dalam ‘kepala’ pengarang, berusaha melacak asal-usul batiniah dar karyanya itu, dengan kata lain, mereka ulang aktus penciptaan. Dan inilah kontribusi Schleimacer yang aling orisinal. Baginya mamahami bukanlah sekedar memahami muatan objektif dari apa yang terucap atau tersurat, akan tetapi konstruksi estetis (proses pembuatan berdasarkan keempuan pengarang).
Dalam interpretasi psikologis tidak terhindarkan adanya semacam ramalan atau tebakan terhadap apa yang sesungguhnya yang dimaksud pengarang. Namun justru disinilah timbul kebuntuhan, karena subjektivitas psikologis pengarang ini tidak bisa ditangkap secara komperehensif jika tidak dikaitkan dengan subjek-subjek lain yang ada dimasa pengarang. Subjektivitas pengarang tidak akan ditangkap secara utuh jika tidak dibandingkan dan diperhadapkan dengan orang-orang lain semasanya. Barangkali ini konsekuensi dari upaya de-regionalisasi yang dicanangkan schleimacer, karena interpretasi psikologis dengan sendirinya memuat elemen teknis untuk mengetahui cara orang-orang berbahasa di zaman pengarang dan  mengenali elemen diskursif untuk menangkap apa yang sesungguhnya yang menjadi topik hangat dan semangat zaman awaktu itu. Kebuntuhan tadi diperparah ketika elemen perbandingan tadi disandingkan dengan sisi gramatikal dan teknis ini.
Kebuntuhan ini bisa diatasi hanya dengan cara mengklarifikasi hubungan karya itu dengan subjektivitas pengarang dan dengan mengalihkan arah interpretasi empatik terhadap subjektivitas pengarang menuju pengertian dan rujukan dari karya itu sendiri (bukan dalam pengertian interpretasi objektif-gramatikal).

C. Penutup
Kesimpulan
Menurut Schleiermacher, ada dua tugas hermeneutik yang pada hakekatnya identik satu sama lain : interpretasi gramatika  dan Interpretasi Psikologis.  
Bahasa gramatika merupakan syrat berfikir setiap orang, sdangkan aspek psikologis interpretasi memungkinkan seseorang menangkap ‘setitik cahaya’ pribadi penulis. Oleh karananya, untuk mamahami pernyataan-pernyataan si pembicara, orang harus mampu memahami bahasanya sebaik memahami kejiwaanya.  Semakin lengkap pemahaman seorang atas sesuatu bahasa dan psikologi pengarang, akan semakin lengkap pula interpretasinya.


Daftar Pustaka
Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Fiilsafat: Kanisius, Yogyakarta,1995
Toeti Heraty, Hidup Matinya Sang Pengarang: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2000


Komentar

Postingan Populer